Banyak sekali berita tentang Nusa
Tenggara Timur (NTT) berseliweran di media mainstream. Kalau tidak memberitakan
tentang kemiskinan di sana, berita keindahan alamnya lah yang yang
dielu-elukan. Soal berita kemiskinan, mungkin berita-berita itu diambil sesuai
data yang ada saja, tanpa verifikasi kembali. Kadang, patokan penilaian
kemiskinan berdasarkan ukuran keadaan yang bagaimana? Sering tidak jelas
dikemukakan. Apakah masyarakat NTT yang konsumsi beras sebagai makanan pokok
sedikit maka disebut miskin? Sementara jagung, kedelai, ubi dan kacang hijau di
sana melimpah ruah. Memang di sana cocok dengan tanaman selain beras. Jadi? Paradigma
makanan pokok yang layak dan mapan itu apakah harus selalu beras? Dan saya rasa
pemenuhan protein di Lembata yang mayoritas pekerjaannya adalah nelayan, sangat
cukup. Mau kepiting, tinggal ambil. Tak jarang kepiting raksasa merapat di
batu-batu dekat pemukiman, ikan apa lagi. Rumput laut pun tersedia kapan saja
bisa diolah jadi aneka penganan bergizi.
Mlaku-Mlaku Ning Wonosobo
Tuesday 29 December 2015
Bukan hoax, saya pernah ke Wonosobo hehehe. |
Ada rencana ingin pergi ke
Pegunungan Dieng Wonosobo. Itu dulu, semasa kuliah dan hanya wacana hore-hore
tanpa eksekusi. Pasti kendalanya niat yang kurang, biaya dan waktu. Ini
alasan kuatnya. Tapi betapa senangnya saya bisa menginjakkan kaki di Dieng Wonosobo
walau terlaksana belasan tahun kemudian. Yap! Tahun 1998 rencana, tercapai di
tahun 2015. Not too bad! Stamina saya
masih kuat.
Mengapa tiba-tiba saya bisa ke
Wonosobo? Tentu saja karena ada pekerjaan di sana, di sela pekerjaan saya
menyempatkan diri melihat sudut-sudut Kota Wonosobo sambil menikmati suasana
dan kuliner khas nya. Kali ini, saya tak akan memaparkan sejarah berdirinya
Wonosobo dan lain-lainnya. Yang saya mau bagi adalah kesenangan selama di sana.
Sejarah Indonesia dan Luar Negeri di Museum Tengah Kebun
Monday 28 December 2015
Museum ini tak kelihatan seperti ada bangunan museum, sangat homy |
Museum tengah kebun?
Sebelum benar-benar hadir di sana saya sudah membayangkan bahwa museum ini
hanya bangunannya saja yang berada di tengah kebun. Ternyata bayangan saya
salah. Museum ini benar-benar tak nampak seperti museum yang kesan pada umumnya
angker, remang-remang dan berbau apek. Ini tidak. Lahan seluas 3500 meter kubik
ini, terdapat sebuah rumah yang dibangun menggunakan batu bata bekas gedung VOC
dan gedung meteorologi. Museum ini milik pribadi seorang pengusaha dan tokoh advertising
ternama, Sjahrial Djalil.
Subscribe to:
Posts (Atom)