Tenun Ikat Pada Seragam Korporasi BCA Perkuat Rasa Nasionalisme

Seragam baru costumer service BCA dengan motif tenun ikat


Berawal dari pemikiran salah satu Direktur PT.Bank Central Asia Tbk, Ibu Lianawaty Suwono yang menginginkan ada ciri khas Indonesia nya dalam properti perusahaan. Menurutnya, kalau batik sudah terlalu banyak dan Ibu Lianawaty ingin sekali sesuatu yang benar-benar khas dan mudah diingat oleh masyarakat. Intinya ingin “BCA banget” namun ada ciri khas Indonesia yang lebih dalam.

Akhirnya ditemukan ide untuk mengaplikasikan aksen tenun ikat dalam seragam korporasinya. Ide ini tentunya sangat memberi banyak benefit untuk berbagai pihak, terutama untuk para pengrajin tenun ikat di berbagai daerah. Untuk menambah kesejahteraannya sekaligus memelihara warisan budaya bangsa. BCA menggandeng IKAT Indonesia untuk merealisasikan idenya tersebut.

ki-ka: Vera Eve Lim, Lianawaty Suwono, Didiet Maulana, Jahja Setiatmadja, A.Prasetyantoko

Maka, pada 9 Juli 2018 BCA memperkenalkan seragam korporasi baru nya kepada khalayak melalui forum Kafe BCA 8 di Menara BCA Thamrin dengan tema "Tenun Ikat, Indonesian Legacy into the spotlight" yang dihadiri oleh Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja, Direktur BCA Lianawaty Suwono, Direktur BCA Vera Eve Lim, Fashion Designer sekaligus Founder IKAT Indonesia Didiet Maulana dan pengamat Ekonomi Industri Kreatif A.Prasetyantoko.

Bapak Jahja Setiatmadja menyatakan bahwa Indonesia memiliki kedudayaan yang sangat beragam terutama untuk jenis-jenis kain di setiap daerah. Tenun ikat adalah satu kekayaan budaya yang belum menonjol dan kurang sosialisasi serta promosinya juga. Sehingga penggunaannya masih minim dan tidak terlalu berdampak pada kesejahteraan para pengrajin tenun ikat. Padahal, tenun ikat adalah salah satu warisan budaya yang harus dilestarikan agar keberadaannya bertahan.

“Tenun ikat adalah karya yang layak diapresiasi penuh oleh berbagai pihak. Bisa dengan menampilkannya dalam acara-acara besar, memakainya untuk kegiatan rutinitas dan berbagai langkah inisiatif lainnya.” Kata Pak Jahja.

Ditambahkan Direktur BCA Vera Eve Lim, menurutnya, tenun ikat memberi warna istimewa pada seragam korporasi BCA yang baru ini. Dengan inisiatif ini, selain memberdayakan pengrajin tenun ikat dan menciptakan kebutuhan massal terhadap kain yang sekarang tengah populer ini.

Selama ini, tenun ikat kurang mendapat perhatian, paling selama ini digunakan sebagai merchandise atau pembelian sekali-sekali saja. Namun jika digunakan untuk penggunaan seragam atau kebutuhan yang bersifat massal serta rutin, akan memberi dampak jangka panjang terhadap keberlangsungan industri kreatif tenun ikat di manapun.

Terbukti dengan adanya inisiatif BCA dalam penggunaan motif tenun ikat dalam seragamnya, memberi dampak luas pada perekonomian pengrajin. Dikatakan Ibu Lianawaty Suwono, bahwa pengerjaan seragam ini prosesnya dalam waktu 6 bulan untuk diskusi antara pengrajin dan designer. Serta 6 bulan untuk proses produksinya. Dan lebih dari  500 pengrajin di Desa Troso Jepara berhasil diberdayakan.

Panjang tenun ikat yang dihasilkan adalah 45.000 meter. Seragam baru korporasi dengan motif tenun ikat ini akan digunakan oleh 27.000 karyawan dari 1.200 cabang BCA di seluruh Indonesia.

Didiet Maulana

Didiet Maulana sangat mengapresiasi langkah BCA untuk mengaplikasikan motif tenun ikat pada seragam korporasinya, menurutnya tenun ikat saat ini sedang populer. Kepopulerannya sebaiknya dibarengi dengan karya yang maksimal dari pengrajin serta apresiasi masyarakat luas dengan menggunakannya untuk berbagai kepentingan. Sehingga khasanah tenun ikat terus terpancar dan diketahui keberadaannya.

Menurut Didiet, proses panjang dari pembuatan seragam motif tenun ikat, memberi keistimewaan tersendiri karena tenun ikat dibuat oleh pengrajin skala home industry yang mana, hasil karyanya terasa hidup karena diciptakan dari hati dengan proses dan tingkat kesulitan yang membutuhkan ketelatenan. Sehingga membuat karya tenun ikat kaya filosofi serta banyak cerita di balik keindahannya.

Pengamat Ekonomi Industri Kreatif  Bapak A.Prasetyantoko juga memberi pendapat bahwa kebutuhan massal terhadap produksi tenun ikat dari langkah BCA, memberi dampak nyata dalam pembangunan ekonomi di pedesaan karena selain memberdayakan pengrajin yang semuanya dari pelaku home industry, juga menciptakan roda ekonomi yang hidup.

“Tak hanya memajukan ekonomi pada produktivitas dan pemasaran saja namun berhubungan langsung juga ke sektor pariwisata. Jadi, semua pihak selayaknya saling bekerjasama dan saling koordinasi agar integrasi penyebaran produksi tenun ikat terus bertahan dan berkelanjutan.” Kata Pak Prasetyantoko.

Saya sendiri sebagai pribadi sangat antusias dengan terciptanya kebutuhan massal akan tenun ikat ini. Jadi, masyarakat penghasil tenun ikat di beberapa daerah seperti Toraja, Sintang, Jepara, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Timor dan lain sebagainya tidak stuck dengan pemasarannya dan mereka bisa lebih semangat untuk memproduksi kain tenun ikat jika selalu ada permintaan pasar dalam jangka panjang.

Untuk BCA, menurut saya tepat sekali inisiatifnya. Mengingat pegawai Bank BCA sehari-harinya, terutama Costumer Service, Teller dan yang berhubungan dengan relationship selalu behadapan dengan orang banyak, baik nasabah atau rekanannya. Dengan demikian, seragam dengan motif tenun ikat yang dipakainya akan menjadi objek langsung dalam memperkenalkan salah satu budaya bangsa.
Dengan melihat keindahan tenun ikat yang dipakai para pegawainya, masyarakat akan mencari tahu dan ikut mengenakannya.

Karyawan BCA mengenakan seragam baru motif tenun ikat berfoto bersama Didiet Maulana dan Presdir BCA Pak Jahja

Dalam sambutannya, Pak Jahja berharap agar langkah BCA yang menggunakan warisan budaya Indonesia dalam seragam korporasinya, dapat memberi inspirasi bagi perusahaan-perusahaan lain juga untuk melestarikan budaya bangsa dengan caranya sendiri dalam lingkup perusahaannya.

  

No comments