Banyak sekali berita tentang Nusa
Tenggara Timur (NTT) berseliweran di media mainstream. Kalau tidak memberitakan
tentang kemiskinan di sana, berita keindahan alamnya lah yang yang
dielu-elukan. Soal berita kemiskinan, mungkin berita-berita itu diambil sesuai
data yang ada saja, tanpa verifikasi kembali. Kadang, patokan penilaian
kemiskinan berdasarkan ukuran keadaan yang bagaimana? Sering tidak jelas
dikemukakan. Apakah masyarakat NTT yang konsumsi beras sebagai makanan pokok
sedikit maka disebut miskin? Sementara jagung, kedelai, ubi dan kacang hijau di
sana melimpah ruah. Memang di sana cocok dengan tanaman selain beras. Jadi? Paradigma
makanan pokok yang layak dan mapan itu apakah harus selalu beras? Dan saya rasa
pemenuhan protein di Lembata yang mayoritas pekerjaannya adalah nelayan, sangat
cukup. Mau kepiting, tinggal ambil. Tak jarang kepiting raksasa merapat di
batu-batu dekat pemukiman, ikan apa lagi. Rumput laut pun tersedia kapan saja
bisa diolah jadi aneka penganan bergizi.
Ketahanan pangan lokal melimpah |
Bertenun, sokongan ekonomi alternatif sambil memelihara budaya. |
Untuk berita keindahan alamnya,
itu bagus tapi ironis. Karena memancing orang asing yang mengelola lahan wisata
di sana. Keuntungannya ke mana? Ya ke lumbung pengelola tersebut. Warga lokal
Cuma gigit jari dan kebanyakan berperan hanya menjadi pekerja kuli nya. Padahal
itu adalah rumah mereka.
Gunung berapi yang masih aktif di ile Ape penghasil belerang |
Jalan menuju Desa Lamawara Ile Ape Timur |
Menikmati Pantai |
Bukit Cinta, Ile Ape |
Apakah sudah ada yang tahu? Di
sebuah pulau kecil bernama Lembata di NTT ada sekelompok masyarakat yang
kreatif, mandiri dan berwibawa? Berita ini tak pernah sampai di media mana pun
sepertinya. Karena saya tercengang melihat kemandirian dan betapa berdayanya
masyarakat Lembata, khususnya di Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur, dari Kupang menempuh perjalanan 45 menit dengan pesawat kecil Transnusa atau Susi Air. Sesampainya di Kota Lewoleba ke sana memakan waktu hampir 7 jam perjalanan darat, melewati
hutan kecil dan bukit-bukit.
Saya lagi-lagi bersyukur
mendapatkan pekerjaan dari MAMPU – AUS AID untuk meliput kegiatan
perempuan-perempuan yang berhasil membuat perubahan di sana. Saya banyak
belajar dari masyarakat di sana yang guyub, punya persaudaraan kuat dan
toleransi beragama yang tinggi. Saya ingin memberitakan inspirasi dari
perempuan-perempuan di sana yang survive dalam keadaan alam yang kebanyakan
musim keringnya. Ditambah para kepala keluarga di sana merantau ke luar NTT dan
tak sedikit yang menetap di perantauan. Ada yang kembali kepada keluarganya,
banyak juga yang ada kabarnya lagi. Kondisi ini membuat para perempuan di sana
bertransformasi menjadi kepala keluarga. Menjadi tulang punggung bagi
anak-anaknya.
Para perempuan kepala keluarga
ini tak tinggal diam, selalu memanfaatkan apa yang diberikan pemerintah dan
lembaga swadaya masyarakat yang masuk ke sana. Tetapi apa yang diberikan
pemerintah tak berhasil membuat mereka benar-benar bisa berkarya atau
mengembangkan kemampuan untuk kehidupan yang lebih baik.
Pertemuan rutin seperti ini rutin dilakukan, untuk belajar, bekerja dan berinovasi |
Pengelolaan Asuransi berbasis masyarakat yang dikelola secara mandiri |
Karena pemerintah hanya
memberikan subsidi yang bersifat sementara dan statis. Misalnya, bantuan raskin
(beras miskin) seperti dituturkan oleh salah satu warga bernama Hasna Bengang “Beras raskin membuat kami bertengkar karena
tak semua kebagian dan membuat persaudaraan putus. Padahal makan raskin pun
tidak sehat. Akhirnya kami semua sepakat untuk menolak raskin untuk mencegah
hal yang tidak diinginkan. Di sini kami punya ubi, kacang hijau, pisang, jagung
dan masih banyak lagi. Kami masih bisa makan kenyang dan bergizi.” Katanya
berapi-api. Terlihat sekali semangatnya.
Begitu pula untuk bantuan uang
tunai, pemerintah memberikan fasilitas pinjaman berbunga. Semuanya
berbondong-bondong meminjam uang tersebut. Tapi hanya terbantu sesaat.
Setelahnya malah memberatkan mereka lagi karena bunganya masih terus berjalan
dan harus dibayar tepat waktu.
Belum lagi kondisi air bersih di
sana yang sangat kurang. Apa lagi jika musim kemarau. Air di Desa Kolipadan
Kecamatan Ile Ape terasa asin, saking asinnya jadi pahit rasanya. Air adalah
kebutuhan yang sangat krusial. Ironis dengan bantuan yang diberikan pemerintah,
malah didahulukan pembangunan fisik berupa jalan aspal.
“Kami sebenarnya lebih tepat diberi bantuan pembangunan untuk
menghasilkan air bersih dari pada jalan yang bagus. Jalan juga penting tetapi
apalah artinya jalan bagus tapi kami masih berjalan berkilo-kilo meter untuk
mencari air bersih. Waktu untuk kami bekerja pun tersita dengan mencari air
bersih yang jauh ini.” Kata seorang ibu bernama Fajaria Jari.
Lalu kehadiran LSM PEKKA
(Perempuan Kepala Keluarga) sangat membantu masyarakat di Kecamatan Ile Ape dan
Ile Ape Timur yang difasilitasi oleh Bernadette Deram dan Petronella Peni. LSM
ini memang berjasa membuat jalan perubahan bagi warga di sana tetapi ini lebih
karena kesadaran dan kemauan kuat warganya untuk belajar dan berusaha. Jika ada
bantuan tapi kalau warga tak bergerak, tak akan jalan juga kan?
Didikan PEKKA berhasil membuat
warganya berdaya melalui penyuluhan rutin. Mengolah tanah mereka untuk ditanami
pangan lokal sehingga ketahanan pangan terjadi dan produktivitas meningkat.
Lumbung sembako pun diadakan di setiap kelompok. Jika musim paceklik mereka
punya cadangan pangan. Selain itu, mereka mengadakan arisan sembako dan
asuransi berbasis masyarakat. Penghasilan mereka putar di dalam lingkungan
mereka. Jadi uang yang dihasilkan tidak keluar karena semua kebutuhan mereka
penuhi dengan barter antar kelompok. Misalnya, kelompok A membutuhkan jagung
sedangkan kelompok B membutuhkan Kacang hijau atau sebaliknya dan berlaku untuk
bahan pangan lainnya. Mereka memutar roda perekonomian dengan dinamis di dalam
lingkungan sendiri.
Asuransi berbasis masyarakat dan
koperasi sangat membantu mereka dalam mengembangkan usaha. Bahkan Lumbung tenun
dan Lumbung Air bersih pun diadakan. Jadi solusi banyak didapat. Seperti
penuturan Yustina Ola “Inilah yang kami
butuhkan, kami hanya butuh diarahkan dalam memaksimalkan keterampilan dan
bagaimana membuat sesuatu punya nilai tambah untuk menyokong kehidupan kami.
Bukan bantuan yang bersifat sementara dan tak bisa dikembangkan karena tidak
membuka pikiran dan kreativitas kami.” Katanya
Edukasi PEKKA terhadap masyarakat
NTT di Kabupaten Lembata Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur ini patut menjadi
inspirasi bagi daerah-daerah lain dalam mengembangkan potensi diri warganya.
Masyarakat NTT yang tinggal di daerah gersang dengan berbagai keterbatasan saja
mau belajar dan gigih mempertahankan persaudaraan, bagaimana dengan daerah lain
yang lumayan subur?
Bersama Sekda Desa Tanjung Batu dan Fasilitator PEKKA, Kak Bernadette Deram dan Kak Petronella Peni |
Kebersamaan di Lumbung Tenun. |
Berjuta inspirasi saya dapatkan dari Ina-Ina di sini |
Kesimpulannya, dalam menciptakan
solusi tak harus dengan bantuan materi secara langsung. Bahkan dengan edukasi dan
pemberian pemahaman dasar kepada masyarakat melalui penyuluhan dan workshop
berkala akan membantu mengembangkan potensi. Selain menjadikannya mandiri juga
menjadikannya tetap survive dalam keadaan apapun.
Indah dan berkesan banget pastinya. Aku mau ke sana. Aaaaamiiiin...
ReplyDeleteAmin, semoga tercapai ya :)
Deleteaku suka ngiri deh kalua lihat suatu tempat hijau begini. Mudah-mudahan sih kebutuhan air bersih bisa terastasi ya
ReplyDeleteDi Bekasi juga ada kan tempat hijau begini? :D
DeleteIndahnya alam NTT ya teh, moga suatu saat aku bisa sampai sana :)
ReplyDeleteIya, sangat cantik :)
DeleteHasyik blog baruu..
ReplyDeleteIya persoalan di Indonesia Timur memang seperti ini. Kekayaan alam dan budaya yang begitu eksotis, dinikmati oleh orang asing..:)
Benar, persoalan yang belum dapat titik temu Mba :)
Deleteya ampun, membuka mata banget tulisannya teh Ani. Jujur aja, aku pun dulu berpikiran sama tentang NTT, tapi baca artikel ini jadi terharu dan salut dengan orang2 di sana terutama kaum perempuannya yang sudah berani membawa perubahan.
ReplyDeleteSaya sampai spechless Mba. Soalnya nyaris tanpa keluhan dan kebersamaan mereka saling menguatkan untuk maju.
DeleteInspiratif banget tulisannya, itu foto-fotonya bikin mupeng pengen ada di sana juga.
ReplyDeleteYuk ah ke sana. Amin semoga bisa kesampaian ya Mba
Deleteowalah itu toh bukit cintanya, hihihi baru semalam saya lihat ada yg ngepost bukit cinta di tipi, cantikk mbak :D
ReplyDeleteIya cantik, luas dan sejuk Mba.
DeleteBisa snorkeling juga di sana.
Wuaahh tempatnya luar biasa. Semoga bisa punya kesemptan ke sana. :)
ReplyDeleteAmin Mba.
DeleteTeh Ani, NTT memang sering diberitakan sebagai provinsi termiskin di Indonesia tapi seperti yang Teh Ani tuliskan bahwa standar miskin seperti apa yang digunakan pemerintah. Di kampung mama saya di Adonara, masyarakat biasa makan jagung. Bukan karena miskin, tapi pola hidup. Buktinya mereka bisa mengirimkan anaknya kuliah ke Jakarta/Yogyakarta dari hasil berkebun. Selain itu memang cukup ironis ya karena banyak sekali kaum muda yang merantau ke Batam/Malaysia. Tawaran penghasilan yang besar membuat mereka meninggalkan orangtua dan anak2 di kampung. Wajarlah tidak ada pembangunan karena orangtua sudah tidak ada tenaga sementara anak2 bersekolah. Ketika masyarakat harus berjuang melanjutkan kehidupan, tidak sedikit mereka yang duduk di pemerintahan NTT korupsi. Masih banyak hal yang harus dibenahi. Terimakasih Teh Ani sudah mengangkat fakta di NTT. Semoga semakin banyak pihak yang berjuang bersama mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sejahtera sehingga tidak perlu ada yang merantau ke luar negeri.
ReplyDeleteIya Ignas, saya greget banget kalo banyak hal positif di suatu daerah tidak diangkat :D
DeleteKan bisa menjadi bahan evaluasi juga buat semua pihak ya?
Menginspirasi sekali tulisannya teh ani., mudah-mudahaan perhatian pemerintah lebih besar di masyarakat NTT khususnya warga ile ape dan ile ape timur
ReplyDeleteMudah-mudahan ya Anjar. Dan sebaiknya jangan menunggu uluran tapi harus berusaha mandiri agar ada movement.
DeleteTulisannya memberikan inspirasi lebih, keren teh Ani
ReplyDeleteMakasih Tian :)
DeleteLihat pemandangannya sangat indah, masih banyak hijau-hijaunya, jarang ditemukan di jogja. hawanya pasti sejuk ya...
ReplyDelete-adi pradana-
Benar Mas Adi. Di sana sangat segar dan saya betah sekali. Pokoknya pas kalau misalnya liburan di sana :)
DeleteBenar2 liburan deh asli. Kerja juga serasa liburan lho.
amabil air so dekat belum wujud ya te?
ReplyDeletemaksudnya apa ya? :)
DeleteSuasana dan pemandangannya bikin kangen kampung halaman.
ReplyDeleteHo oh di Medan pun di daerah kampung Opungku begini lebih kurang. Di Kanopan.
DeleteTercengang aku baca ini. Mereka hebat, ya. Bisa punya persediaan makanan banyak, padahal di sana susah air. Tanaman kan perlu air. Bener2 salut, deh.
ReplyDeleteIya, banyak sisi positif selain kemiskinan dan keterbelakangan yang tak terungkap di sana :)
DeleteSeneng banget bisa berkunjung ke blognya Ani, secara biasanya yang di blogdetik bunda gak pernah bisa tuh. Aih, senengnya bisa wisata ke kepulauan terpencil nan indah.
ReplyDeleteSenang juga saya dikunjungi oleh Bunda :)
DeleteTeteh, tempatnya keren banget ini. Semoga saja, masalah air bersih disana cepat teratasi ya.
ReplyDeleteIya, persoalan air bersih harus cepat ada solusinya ini.
Deletekeren sekali, Mbak, ada asuransi mandiri. Jadi inget asuransi yang baru dibahas kemarin,
ReplyDeleteYa ampun, pemandangannya indah bgt teh, dan aku pengen bgt jadinya ikut dalam obrolan bersama ina2 itu ^^
ReplyDeleteIni baru namanya traveling. Bukan hanya senang-senang, tapi juga membawa dan memberikan inspirasi. Next destination: NTT. *terus aja gini komennya
ReplyDeleteKeren ya teh, saya belum pernah ke NTT tapi sdh sering memebuat perjalanan untuk tamu2 ke NTT, mudah2an next time bisa mendarat kesana , Amiin.
ReplyDeleteKapaaan bisa nyampe sini ya. Sstt, ajak-ajak aku next kunjungan ya, Ani. *kode*
ReplyDeleteAgak merinding membaca yang budaya barter itu. sangat terasa, kalau sebenarnya budaya negeri ini begitu majemuknya.
ReplyDeleteWilayah NTT ini yang terkenal dengan wisatanya, mudah-mudahan pemberdayaan masyarakatnya terus mendapatkan perhatian pemerintah.
Iya sih. Katanya, setiap orang itu pada dasarnya punya kemampuan untuk melakukam lebih dari yg dia sanggup lakukan selama ini. Hanya saja ada yg diberi kesempatN untuk mengeksplorenya ada yg tidak. Dan perempuan adalah sosok yang paling cepat berpikir untuk bisa survive ketika ekonominya limbung.
ReplyDeleteDan bener sih mbak, krn ukuran kita adalah beras dan nasi jadi akhirnya bias untuk mengukur ketahanan pangan di wilayah tersebar di Indonesia yg nasi bukan makanan pokoknya
saya sudah pernah ke NTT beberapa kali dan selalalu di perbatasan, teh. Memang masalah yang dihadapi banyak dan lumayan kompleks, perlu penanganan yang tepat. Saya yakin kalau masyarakat diajak berdialog dengan tepat pasti kebijakan yang dihasilkan pun mengena :)
ReplyDeleteTerima kasih ka, sudah mau berkunjung ke desa kami..!!!
ReplyDeleteSekedar info: yang kk lihat itu baru sebagian kecil karena masih terlalu banyak yang lebih indah, lebih unik,lebi menakjubkan. sebagian kecilnya bisa kk lihat di blog saya/ atau langsung saja di
https://silver-lamawara.blogspot.co.id/2016/03/makalah-kondisi-sosial-budayadesa.html
tapi masalanya tidak sy lampirkan gambarnya.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete