Sesekali kalau liburan di rumah, saya suka masak sendiri
makanan favorit. Biasanya anak semata wayang saya, Sekar suka bantu-bantu
mengupas kentang, buah pepaya atau mengiris bumbu seperti bawang, cabe dan lain
sebagainya. Namanya anak remaja, kalau ngupas sesuatu sering gak sabar.
Inginnya cepat selesai. Otomatis jadi buru-buru dan pisau meleset ke jari
tangannya.
Sambil meringis karena perih dan keburu merasa seram lihat
darah keluar, Sekar jadi gak mau lanjut bantu di dapur karena harus diobati
dulu. Saya ikut meringis melihatnya kesakitan. Ditambah, saat diobati dengan
obat luka justru bertambah perih. Lengkap sudah: perih dan warna obat yang
meninggalkan jejak di kulit serta pakaian membuat Sekar tak lanjut menemani saya masak di
dapur. Menyerah? No way!
Saat itu saya berpikir, ada gak ya obat luka yang
#GakPakePerih plus gak berwarna? Buat saya yang aktif (hehehe) urusan luka yang
kelihatan sepele ini malah bikin repot: warna obat yang melekat di pakaian dan
jari plus sisa rasa perih yang ditinggalkan. Kalau ada ungkapan “semakin perih
semakin baik” menurut saya itu mitos, karena saat merasakan keperihan, mana ada
rasa baik kan? *curcol*