Ki-ka: Ir.Gamal Nasir, Ir. Santhi H Serad, DR. Mooryati Soedibyo dan Ir.Bambang |
Rempah Indonesia zaman
dulu menjadi sumber terjadinya peperangan dan penjajahan Belanda, Potugis dan
Inggris yang ingin menguasai daerah-daerah penghasil rempah terbaik di
Indonesia, seperti Maluku, Sumatera dan pulau-pulau lainnya di Indonesia bagian
timur. Rempah bagaikan emas berlian, diperebutkan dan harganya melebihi harta
lainnya.
Pesona rempah Indonesia
yang menjadi primadona di masa lalu, baik untuk masakan, spa, kecantikan dan
berbagai industri lainnya, kini seolah memudar pesonanya, menyusut
produktivitasnya. Kemuraman rempah Indonesia tak berhenti di situ, dalam
beberapa media nasional, di Tahun 2015 memberitakan bahwa Pala, Lada dan
Kayumanis Indonesia ditolak Uni Eropa karena rempah-rempah yang diekspor
tersebut mengandung aflatoksin, racun
dari jamur yang menyebabkan kanker hati.
Kesuraman
rempah ini terkuak di acara Pengukuhan Pengurus Dewan Rempah Indonesia Periode
2016-2020 pada 20 Desember 2016 di Menara 165. Di acara ini, diselenggarakan talkshow
bertema “Rempah Masa Duku, Masa Kini dan Masa Depan” menghadirkan pembicara
kompeten, Ibu DR.Hj.BRA Mooryati Soedibyo, S.S, M.Hum, Ir. Shanti Serad Msc,
Ir. Bambang, MM (Dirjen Perkebunan) dan Ir. Gamal Nasir, Ms (Ketua Dewan Rempah
Indonesia)
Ir. Bambang dari Dewan
Rempah Indonesia mengemukakan bahwa infrastruktur dan sumber daya manusia dalam
produksi rempah-rempah berkualitas mulai menurun disebabkan kurangnya minat
masyarakat terjun ke dunia pertanian dalam kategori rempah. Geliatnya sudah menurun
dan kurang perhatian. Padahal, permintaan rempah setiap tahunnya meningkat dari
negara-negara Uni Eropa maupun Amerika.
Kualitas Lada Putih
Muntok dari Bangka yang dicederai sendiri dengan mengimpor lada putih dari
Vietnam lalu mengekspor kembali atas nama Lada Putih Muntok adalah cara yang
menjatuhkan rempah Indonesia. Ini harus dihentikan.
“Kalau permintaan
banyak, selayaknya produksi sesuai standar kualitas Lada Putih Muntok yang
asli, bukan mengimpor lalu mengekspor lagi, ini namanya mencederai.” Kata Ir.
Bambang.
Dulu, rempah Indonesia
mengalami kejayaan dan diakui kualitasnya dengan baik. Misalnya, Lada Putih
Muntok dari Bangka, Lada Hitam Lampung, Kayu Manis dari Jambi dan Cengkeh dari
Maluku. Untuk meningkatkan kembali gairah rempah Indonesia, semua pihak harus
menurunkan dukungannya. Minat generasi muda dan masyarakat harus diperkenalkan
dengan dunia pertanian khususnya untuk budidaya rempah.
Rempah merupakan salah
satu identitas Bangsa Indonesia yang mendunia, selain menjadi devisa negara,
menjadi budaya dan penguat ekonomi. Kontur tanah dan geografis Indonesia yang
cocok ditanami rempah jangan sampai disia-siakan. Harus lebih diberdayakan
lagi.
Keragaman hayati
Indonesia memunculkan keunikan-keunikan terhadap kebutuhan masyarakat, seperti
spa dan produk kecantikan alami untuk perempuan. Dalam kesempatan yang sama,
Ibu Mooryati Soedibyo dari Mustika Ratu memaparkan keunikan rempah yang menjadi
kekayaan budaya yang menjadi kearifan lokal.
Misalnya, herbal
kosmetika yang terbuat dari daun-daunan, bunga-bunga dan tanaman perdu lainnya.
Bahkan dari kulit kayu, akar-akaran dan biji-bijian dibuat jamu, sebagai
minuman kesehatan.
Menurut Ibu Mooryati,
rempah yang digunakan untuk aromateraphy biasanya melalui penyulingan dan
dihasilkan minyak essensial untuk digunakan untuk kecantikan dan aromateraphy. Misalnya,
Minyak Kenanga (Ylang Ylang), Minyak Pala (Nutmeg), Minyak Akar Wangi (Vetiver)
dan lain-lain.
Selain memberikan efek
kesehatan dan rileks, rempah tersebut memberi efek kebaikan bagi kulit dan
tubuh juga.
Jamu Gendong, salah satu minuman kearifan lokal dengan cita rasa rempah kuat |
Lain dengan Ibu Santhi
H Serad, Ibu Santhi pengamat dan penyuka kuliner juga salah satu anggota dari
Dewan Rempah Indonesia, berbagi wawasan tentang makanan Indonesia yang mendunia
karena cita rasa rempahnya yang kuat dan memberi rasa unik, lezat tidak
tertandingi.
Makanan yang berfungsi
sebagai pengisi tenaga, pembeda identitas setiap negara, pemersatu dan alat sosial
dalam setiap perayaan. Menurut Ibu Santhi, masakan Indonesia dipengaruhi
kebudayaan Cina, India dan Arab. Tak heran jika cita rasa rempahnya kuat,
pengaruh ini disebabkan letak Indonesia ada di gerbang perdagangan dunia.
Tempat para pedagang singgah dan melakukan transaksi.
Jika India punya Kari,
Indonesia punya Nasi Kuning, Rendang dan Jamu. Peran rempah dalam industri
makanan tak kalah pentingnya. Ibu Santhi tak henti-hentinya melakukan promosi
kuliner Indonesia dengan cita rasa rempahnya yang kuat. Seperti Rendang Padang,
Nasi Kuning Manado, Lotek Bandung dan masih banyak lagi. Ibu Santhi
mempromosikan sampai luar negeri. Tak sedikit warga luar yang antusias dengan
bumbu rempah Indonesia.
Kesimpulannya,
menjayakan kembali rempah Indonesia, semestinya semua elemen masyarakat terlibat
dan mendukung penuh. Karena kejayaan rempah masa lalu membuktikan Bangsa
Indonesia dilirik dan diperhitungkan. Bukan hanya itu, kualitas rempah
Indonesia yang berkualitas harus dikembalikan dan dipertahankan. Solusinya,
selain memperkuat kearifan lokal juga memancing minat generasi muda dan
masyarakat Indonesia untuk terjun ke pertanian, khususnya membudidayakan dan
memproduksi rempah-rempah berkualitas.
Pelantikan Pengurus Dewan Rempah Indonesia |
Ah iyaa dulu rempah indonesia jadi rebutan ya. Moga kejayaan rempah Indonesia bisa kembali lagi 😇😇
ReplyDeleteIya bener Mbak...dulu ibaratnya rempah2 ini lebih berharga dibandingkan emas yak. Sampai semua berlomba mendarat di Indonesia. Jadi rebutan bangsa-bangsa lain.
ReplyDeleteBaru tahu juga ternyata ada praktik mengimport dari luar kemudian dieksport lagi menggunakan seolah2 berasal dari Indonesia.
sepertinya untuk memancing minat anak muda ke dunia pertanian sepertinya agak sulit mba, sebab banyakan anak pertaniannya tertarik dengan industri diluar pertanian itu sendiri :)
ReplyDeleteTapi setuju banget dengan memajukan kualitas rempah-rempah seperti jaman dahulu yang memang sempat menjadi rebutan bagi para penjajah...
Dulu negara kita sampai dijajah karena rempah-rempah. Sedih banget kalau sekarang menurun. Semoga rempah-rempah Indonesia kembali berjaya. Tapi bagian penjajahannya jangan :)
ReplyDeleteDuuh..sedih..jika mempelajari sejarah Indonesia adalah primadona penghasil rempah terbaik tp sekarang kejayaannya kian memudar
ReplyDeleteBersyukur ya teh Pengurus Dewan Rempah Indonesia mau peduli dengan menggelar acara rempah Indonesia seperti ini. Semoga ke depannya bangsa kita selalu ingat akan pentingnya rempah untuk kemajuan ekonomi Indonesia.
ReplyDeleteRasa-rasanya saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Santhi yang nggak pernah berhenti promosi kuliner Indonesia dengan cita rasa rempah yang lezat. :)
Aku lebih suka nasi kuning jawa lho, beberapa kali makan nasi kuning manado kok agak kurang manja yaaa #bedaselera
ReplyDeleteIndonesia dulu sangat terkenal dengan rempah yang melimpah.
ReplyDeletesekarang ini sudah banyak petani yang beralih profesi dan banyak impor dari luar.
kalau para petani dijayakan pasti Indonesia bisa bangkit
indonesia tak seperti dahulu ya , dulu indonesia kaya akan rempah sampai bangsa lain berburu rempah ke indonesia
ReplyDeleteRempah ini memang aset Indonesia yg sudah diakui dunia ya. Sayang, politik seringkali berpihak pada pengusaha dan investor LN ketimbang petaninya. Weekend kmrn aku baru dari museum Bahari yg dulunya adalah gudang rempah. Kebayang banyaknya rempah yg dikumpulkan tentara Belanda saat itu.
ReplyDelete