Apa yang terbayang jika
ada kata “depresi” ? Bayangan depresi bagi sebagian orang, adalah kondisi
stress berat, berantakan dan seperti orang gila. Ini yang terlintas sepintas.
Padahal, Depresi tak selalu menampakkan ciri ekstrim seperti itu. Orang yang
kelihatan baik-baik saja dengan berpenampilan rapi dan bersahaja pun bisa jadi
sedang dirundung depresi. Hanya ditutupi dan dipendam saja.
Bahkan, kondisi
seseorang yang depresi tapi kelihatannya baik-baik saja, justru lebih berbahaya
jika tidak diketahui. Karena susah untuk menemukan solusinya.
Tanggal 5 April 2017
lalu, saya berkesempatan mendalami tentang depresi ini, mengetahui langsung
dari narasumbernya di Kementerian Kesehatan RI (Direktorat Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak Menular) Jalan Percetakan Negara Jakarta.
dr.Eka Viora dan Dr. dr. Fidiansjah, SpKJ, MPH |
Narasumber yang
memberikan materi adalah Dr. dr. Fidiansjah, SpKJ, MPH, dr. Eka Viora SpKJ dan
Nursiladewi dari WHO (World Health Organization) Indonesia.
Depresi adalah sebuah keadaan/penyakit
dengan gejala rasa sedih yang berkepanjangan dan hilangnya minat pada pekerjaan
yang biasanya disukai, diikuti dengan ketidakmampuan menjalankan kegiatan yang
biasa dilakukan sehari-hari setidaknya dalam waktu dua minggu.
Pengidap depresi
biasanya energi menurun, tidak ada rasa percaya diri, merasa gagal, mengalami
perubahan napsu makan, kurang tidur, cemas berlebihan, tidak mampu membuat
keputusan dan cenderung putus asa.
Menurut dokter Fidi,
depresi bisa disembuhkan dengan terapi, bisa dalam bentuk konsultasi atau
pengobatan anti depresan atau gabungan keduanya.
“Jika masih gejala atau
depresi ringan, sebaiknya perbanyak konsultasi dan cari hal yang dapat
melindungi dari depresi. Jika sudah sampai taraf depresi yang parah, biasanya
ada pengobatan yang kompleks karena berhubungan dengan kondisi organ tubuh yang
terganggu, misalnya sesak napas, gangguan lambung karena pola makan berubah
atau sakit kepala yang hebat.” Kata dokter Fidi.
“Tahun 2030 Indonesia diperkirakan
akan dibebani tiga penyakit besar, diantaranya HIV, Depresi dan Jantung. Oleh
karena itu, pencegahan harus digencarkan mulai dari sekarang.” Tambah dokter
Fidi.
Sementara menurut
dr.Eka Viora menjelaskan tentang pemicu depresi sebagai berikut:
Penyebab
Depresi pengaruh dari luar:
Konflik Keluarga:
Permasalahan keluarga yang tidak terselesaikan mengakibatkan beban pikiran. Beban
berat karena menyangkut orang terdekat yang bermasalah berpotensi menimbulkan
depresi. Jika tidak segera ditangani, akan berkelanjutan.
Konflik
antar personal: Jika mempunyai masalah pribadi,
sebaiknya cari akar permasalahan. Cari tahu sebab akibatnya, jika dari pihak
kita yang salah, segera minta maaf dan klarifikasi. Masalah jika dipendam terus
akan menimbulkan masalah yang menumpuk dan tidak baik untuk kesehatan jiwa juga
fisik.
Peristiwa
Kehilangan dan kekecewaan: Seseorang yang kehilangan orang
yang disayanginya cenderung depresi, apalagi jika sudah sangat dekat.
Begitupula dengan orang yang mengalami kekecewaan besar terhadap sesuatu. Jika
dipelihara dan dibiarkan akan menggerus tubuh dan mudah dihinggapi penyakit.
Obat
terlarang dan Alkohol: Efek dari obat terlarang dan alkohol
menimbulkan depresi saat ketagihan atau sakau dan berpengaruh pada perilaku
lainnya.
Penyebab
Depresi pengaruh dari dalam:
Pengalaman
Buruk Masa Lalu: Setiap orang punya pengalaman masa lalu,
untuk pengalaman yang buruk jika diingat terus berpotensi menimbulkan kecemasan
dan ketidaknyamanan dan berujung depresi.
Kepribadian:
Kepribadian
yang di luar batas atau kebiasaan memelihara sesuatu yang kurang baik juga
berpotensi depresi.
Turunan
Banyak komunikasi untuk mencegah depresi |
Menyikapi potensi
depresi tersebut, ada faktor pelindung yang dapat mencegah atau menyembuhkan
depresi, diantaranya:
Dukungan
Sosial : Perbanyak silaturahim dengan keluarga besar, sering
bertukar pikiran dan berbagi informasi. Pilih salah satu anggota keluarga yang
dapat dipercaya untuk curhat atau melampiaskan sesuatu untuk dicarikan solusi.
Kurangi aktivitas online yang tidak perlu.
Tingkatkan keimanan dan
aktivitas kegiatan religius. Dekatkan diri sama Sang Pencipta. Selalu libatkan
Sang Pencipta dalam segala hal.
Mekanisme
Koping yang Sehat:
Mudah
beradaptasi dalam segala lingkungan: Lentur dalam bergaul,
proporsional dalam bersikap, kedepankan empaty dan selalu bisa menitipkan diri.
Kepribadian
yang Matang: Belajar mengelola masalah jadi solusi
dan memandang kehidupan secara luas.
Pola
Hidup Sehat:
Gizi
Seimbang: Asupan nutrisi sangat penting dan pola makan yang
teratur dapat menjadi benteng timbulnya depresi. Karena kondisi badan yang
sehat akan menjadi jiwa yang sehat pula. Pikiran akan segar dan mampu berpikir
panjang.
Olah
raga teratur: Dengan olah raga teratur, kondisi tubuh
akan semakin kuat, racun akan keluar melalui keringat dan kondisi berkeringat
dapat menimbulkan perasaan senang dan segar.
“Depresi bukanlah suatu
kekurangan akan watak manusia tapi depresi adalah penyakit dan bisa
disembuhkan.” Kata dokter Eka.
Pesan WHO Indonesia |
Sementara Nursiladewi
dari WHO Indonesia mengungkapkan bahwa WHO menyerukan program “Let’s Talk”
terhadap pencegahan Depresi. Senada dengan Program Kemenkes dengan seruan “Depresi
Yuk Curhat”
Artinya, dalam
pencegahan depresi ini diperlukan pola komunikasi yang intens baik dalam
keluarga, lingkungan rumah atau lingkungan sekolah. Jangan biarkan setiap
individu memendam sesuatu yang tidak baik yang dapat menimbulkan depresi.
Selalu temani
orang-orang yang berpotensi depresi dan ada kecenderungan melakukan bunuh diri.
Bantu setiap orang yang membutuhkan. Jika perlu, jadilah pendengar bagi yang
membutuhkan untuk mengungkapkan sesuatu. Jika perlu, bisa memanggilkan psikolog
atau bantuan konseling lainnya.
Remaja, bisa
memanfaatkan UKS atau Badan Penyuluhan jika membutuhkan konsultasi, di beberapa
puskesmas, ada layanan konseling untuk remaja, ini bisa dimanfaatkan.
Selain itu, ibu hamil
dan pasca melahirkan juga berpotensi mengalami depresi karena perubahan hormon,
perubahan polah hidup karena kehadiran individu baru atau keadaan baby blues.
Intinya adalah beri
penguatan, perbanyak komunikasi dan pendampingan.
Di akhir diskusi, Ibu
Yana sorang survivor Depresi pasca melahirkan dan Founder “Mother Hope”
bercerita pengalaman saat depresi pasca melahirkan, awalnya ia merasa gagal dan
cenderung putus asa akibat kehamilan pertamanya gagal dan mengakibatkan tak
menikmati kehamilan kedua karena takut merasa kehilangan lagi. Anaknya
mengalami kesusahan minum ASI, Ibu Yana tambah depresi dan tidak mau dekat
anaknya.
Kondisi tamu yang
datang banyak dan selalu menghakimi membuat Ibu Yana tambah depresi, nasib baik
suaminya mulai sadar dan membawa Ibu yana ke psikiater, mendampingi Ibu Yana
hingga pulih dan bisa merawat diri kembali serta mau merawat anaknya.
Kebangkitan Ibu Yana,
berhasil mendirikan Komunitas Mother Hope
yang dimotori dirinya bersama seorang psikolog. Tujuan dari pendirian
komunitas ini, Ibu Yana tidak ingin ibu-ibu pasca melahirkan di luar sana,
mengalami hal serupa dengan dirinya. Komunitas ini kerap melakukan talkshow dan
webminar dengan pendampingan psikolog bagi para anggotanya.
Mulai sekarang, yuk
cegah depresi sama-sama dan tingkatkan komunikasi antar individu, perbanyak
silaturahim dan perbanyak energi positif serta tingkatkan kegiatan religius
sesuai keyakinan masing-masing.
Dukung setiap orang
dengan dukungan sosial dan berikan semangat dengan cara pendekatan dan kasih
sayang. Buka komunikasi yang baik dan saling pengertian. Bukan saling menghakimi
atau menyudutkan yang berpotensi membuat seseorang merasa gagal akhirnya
depresi. Jadi, mendingan curhat yuk!
Sekarang agak susah Teh mencari teman untuk cerita, tp untuk bersenang-senang banyak
ReplyDeleteHahahah jangan putus asa Mba pasti ada lah yang bisa dipercaya :)
DeleteBertemu teman dn bercerita mungkin benar ya teh bs menghilangkan depresi,,, plg tidak bs d cari seseorang yg d ajak curhat ,,, noted teh nuhun infnya
ReplyDeleteIya Mba cari teman yg bisa bikin kita nyaman buat curhat
DeleteBener nih, terasa banget, kalo pikiran lagi ruwet,terus olahraga, abis itu jadi agak tenang. Hidup sehat memang penting ya. Depresi tuh ngeri banget, kadang2 penderitanya pun nggak ngerasa klo lagi depresi.
ReplyDeleteHo oh bener banget banyak yg tipe kayak gini
DeleteBiar nggak depresi, daku nulis dan membaca, Ani.
ReplyDeleteLumayanlah bisa meluapkan perasaan melalui tulisan :)
Me Time paling asyik itu Kak!
DeleteKalau ternyata faktanya seperti itu, berarti generasi milenial rentan depresi.
ReplyDeleteBisa ya bisa tidak, tergantung personal dan pola hidupnya
DeleteKalo mulai terasa mellow galau (haiyaaah) aku stay away dari medsos Teh. Detoksifikasi sejenak gituh :) Trus, olahraga, baca Al-Qur'an, tafsir, dan murojaah setor hapalan juga. Alhamdulillah, it works!
ReplyDelete--bukanbocahbiasa(dot)com--
Antidepresi yang mantap Mba Nurul.
DeleteSetuju sekali dengan membaca Al Qur'an
Depresi itu ternyata penyakit awalnya saya kira cuma istilah aja.
ReplyDeleteHati2 depresi juga bsa mengenai anak2 kita ya teh?
Iya Mas Yusep, harus diwaspadai juga untuk anak2 karena rentan depresi saat di lingkungannya, rawan bully dan anak kecil yg susah makan juga rentan depresi.
Deletesaya mah ga hobi curhat, tapi lebih sering jadi pendengar curhat yang baik
ReplyDeletehi hi hi
depresinya itu sebagian muaranya dari pekerjaan, untuk mengatasinya biasanya saya jalan2 ke taman buat liat pemandangan menarik, kadang bisa jadi obat yang ampuh. atau manciiiiiiing, kalo malam hari. pas paginya, langsung seger deh :)
Huwaaaaa mancing, aku pengin banget mancing tapi bukan mancing keributan dong ya wkwkwkwk
DeleteSeneng banget bisa tau tentang depresi terutama ciri2 depresi pada anak-anak karena mereka masih belum begitu terbuka banget mengenai masalah.
ReplyDeleteBanyak yg deoresi lalu dikira kesurupan...jangan sampai deh gt. Kontrol stressor
ReplyDelete