Ibu Tuti
Perawakannya yang subur
dan tinggi selalu semangat dalam memberi materi pelajaran IPS Georafi saat saya
SMP. Adalah Ibu Tuti. Nama lengkapnya saya lupa. Maafkan daku ya Bu. Ibu Tuti
setiap mengajar tak sekadar menjelaskan gunung berapi,stalagtit, stalagmit, lintang,
bujur, lempeng atau peta dunia.
Lebih dari itu, dalam
setiap penjelasannya selalu disertakan contoh kasus dengan story telling yang mampu menyihir kami untuk terus menyimak dan
terkesima dengan setiap penjelasannya. Misalnya, menceritakan tentang
negara-negara maju yang menghasilkan tenaga ahli. Sehingga mampu membangun
negara kaya dengan teknologi canggih yang mendunia.
Atau menceritakan
kecerdasan orang Jepang yang menciptakan teknologi untuk kebutuhan hidupnya
yang termotivasi oleh keadaan cuaca dan letak geografis yang dibandingkan
Indonesia, tentu saja Indonesia lebih beruntung kalau soal iklim. Jepang
berpikir keras membuat AC karena cuaca terlampau panas atau membuat pemanas
karena sewaktu-waktu musim dingin dengan suhu jauh di bawah nol derajat.
“Indonesia beberapa puluh
tahun ke depan bisa mengejar negara-negara maju itu.Bisa? Pasti bisa. Karena
Indonesia punya calon tenaga ahli yang banyak. Siapa mereka? Kalian-kalian ini.”
Ujarnya sambil menunjuk kami semua dengan yakin.
Kalimatnya itu selalu
diucapkan berulang-ulang. Sehingga kami merasa tersihir dengan setiap
perkataanya yang saya rasa itu ibarat mantra. Walau kenyataannya sekarang belum
menjadi tenaga ahli yang selalu diharapkan Ibu Tuti, tapi saya sangat yakin
pada saat itu. Merasa yakin ucapannya adalah benar. Cukup memberikan sugesti
positif unuk saya terutama dalam hal kepercayaan diri.
Efeknya saya selalu
bercita-cita menjadi seseorang yang mampu membawa nama baik bangsa dan bisa
berbuat sesuatu. Karena setiap Ibu Tuti bercerita, selalu membahas soal
delegasi bangsa di kancah luar negeri. Saya membayangkan bahwa di masa
depan,menjadi duta besar, konsulat atau atase. Masih SMP berkeinginan kuliah di
Hubungan Internasional (HI).
Walau kenyataannya
tidak terlaksana, setidaknya mantra Ibu Tuti sudah ngefek dalam benak. Saya
menyukai berkomunikasi dengan banyak orang termasuk orang asing untuk menyerap
wawasan dan berbagai sudut pandang. Sehingga alhamdulillah mayoritas selalu goal dalam hal melobi untuk suatu
kepentingan.
Membawa nama baik
bangsa dan berbuat sesuatu? Walau dalam skala kecil, tercapai ketika menjadi
salah satu delegasi ASEAN Work Life Balance di Kuala Lumpur pada 2016 sebagai
pembicara mewakili Indonesia dan diundang menghadiri seminar internasional di
Singapura pada April 2017.
Pak Ketut Adnyana
SMA saya
bertemu lagi dengan guru yang memberi mantra awet khasiatnya hingga sekarang.
Bahkan mantra itu saya terapkan dalam mendidik anak saya juga. Dialah Ir.Ketut
Adnyana. Akrab disapa “Pak Ketut” berperawakan seperti militer dan lugas dalam
berbicara. Pak Ketut guru PMP (Pendidikan Moral Pancasila) kalau sekarang apa
ya? Budi Pekerti kah?
Sungguh pelajaran PMP
ini sangat jitu menurut saya. The best
lesson ever to provide a good attitude.
Pembawaan yang kocak
dari Pak Ketut tak pernah membuat kami bosan menyimak setiap paparannya. Bahkan
saat membahas suku, Pak Ketut selalu menerapkan kepada kami untuk selalu
memegang prinsip “Di mana bumi dipijak di
situ langit dijunjung”
Sambil nunjuk Rina yang
bearsal dari Bukittinggi “Rina, kamu makan, buang air besar tak harus pulang ke
Bukittinggi kan? Pasti makan dan buang air besar di Bandung. Sudah selayaknya
beradaptasi juga dengan budaya di sini.” Katanya.
Satu kalimat yang terpatri
adalah pesannya “Ilmu pengetahuan itu wajib diraih. Sesusah apapun, semahal
apapun dan sekeras apapun. Karena hanya ilmu lah yang dapat membuat hidup kita
bertahan saat berada di mana pun.”
“Saya dari Bali ke
Bandung tak berbekal banyak uang atau barang berharga. Hanya cukup ongkos
seadanya beserta doa orangtua. Selebihnya ilmu. Saya punya ilmu mengajar untuk
mendapatkan banyak persediaan bekal saat merantau.”
“Apakah saya dapat
hidup di daerah orang lain karena perbekalan uang dan barang berharga yang
banyak? Tidak, saya justru bisa bertahan karena ilmu yang saya miliki.” Ujarnya
mantap.
Maka, saya percaya
dengan anjuran dan perkataanya. Saya terapkan terus dan mengisi sugesti saya
hingga sekarang. Alhamdulillah apa yang dikatakan Pak Ketut sejak 25 tahun yang
lalu itu sangat terasa efeknya. Saya jalankan anjurannya. Lagi-lagi mantra itu
memberi efek sihir kuat. Saya berhasil survive
hidup di ibukota dengan penghasilan cukup. Bukan karena bekal harta yang dibawa
dari Bandung namun karena ilmu. Saya datang ke Jakarta dengan ilmu dan niat
baik.
Pak Nilnaiqbal, BSc
Di bangku kuliah saya
bertemu Pak Nilnaiqbal,BSc. Akrab disapa Pak Iqbal. Seorang mentor saat Achievement Motivation Training.
Dalam kuliahnya,
memberi mantra pada kami bahwa lima tahun setelah lulus kuliah, kami harus
mematri kalimat “Aku akan bekerja di sebuah perusahaan menjadi akunting dan tak
perlu lama menaiki jabatan account
officer”
Saran tersebut
disampaikan di hadapan kami yang mengambil jurusan Akuntansi. Kalaupun ada yang
tak punya cita-cita menjadi akunting, lalukan hal yang sama dengan menyebutkan
profesi yang diinginkan yang ada hubungannya dengan jurusan yang diambil.
Menurutnya, tercapai
atau tidak yang penting yakin dulu dan ciptakan sugesti untuk mendorong usaha
agar harapan itu tercapai. Pak Iqbal menekankan bahwa setiap orang wajib
mempunyai Goal Setting.
Dalam setiap kesempatan
harus selalu yakin berhasil dan berkata “Aku bisa!”
Pesan-pesan Pak Iqbal
bukan pepesan kosong. Semua yang dikatakannya adalah benar! Saya selalu yakin
dan tak hanya mengandalkan kepercayan diri. Tapi saya selalu mencari jalan
untuk memenuhi segala kualifikasi agar harapan tercapai. Lulus kuliah bahkan
saya menjajal belajar Bahasa Jepang dan memprdalam Bahasa Inggris.
Tak lama setelah lulus
kuliah, saya langsung mendapat pekerjaan sebagai Akunting di perusahaan
industri plastik forming di Johor
Malaysia. Yap! Goal saya tercapai tidak tanggung-tanggung, menjadi akunting di
perusahaan di luar negeri pada usia 23 tahun dengan gaji lumayan dan fasilitas
layak.
Di tanah air pun
mendapat kesempatan yang sama. Diantaranya kerja di Perusahaan Penyalur Tenaga
Kerja Indonesia, Adam Air Skyconnection Airlines dan Akuntan Publik. Ilmu yang
saya dapat tentunya tak mengendap dan alhamdulillah tersalurkan dengan baik di
bidang pekerjaan yang sesuai. Ini berkat kekuatan mantra yang diajarkan Pak
Iqbal disamping usaha dan doa.
Mantra yang diajarkan
Pak Iqbal tentunya bukan sekadar mantra ajaib seperti dukun. Tapi lebih kepada
menumbuhkan sugesti positif dan semangat. Agar kita selalu berusaha keras
dengan segenap effort untuk
mewujudkan cita-cita tersebut.
Intinya, berani
bermimpi harus dibarengi dengan berani berusaha dan melakukan segala hal yang
dapat menambah poin untuk memperoleh jalan keberhasilan tersebut.
Ibu Tuti, Pak Ketut dan
Pak Iqbal adalah tiga guru dan dosen yang menjadi influencer dalam kehidupan dan karir saya sampai saat ini.
Keberhasilan yang saya dapat ada peran mereka disamping berkat dari Allah SWT
tentunya. Jujur saja, semua petuahnya masih terngiang dan menjadi alarm untuk
selalu mengayakan diri. Terima kasih Pak, Bu. Jasamu tiada tara.
Super sekali teh.
ReplyDeleteTernyata memotivasi banget ya mantera dari para guru/dosen. Sudah dapat teteh wujudkan pula. Sukses selalu ya teh.
Guru-gurunya teh Ani luarrr biasaaa
ReplyDeleteNgga heran teh Ani jadi setrooongg
--bukanbocahbiasa(dot)com--
Bekal ilmu memang bekal yang terbaik untuk survive di dunia ya teh.
ReplyDeleteGuru-guru tersebut tidak hanya mengajarkan materi yang ada di text book tetapi juga menularkan semangat meraih cita-cita. Salut!
ReplyDeleteIya Mbak, sepertinya saya hanya berani bermimpi tetapi selalu takut mewujudkannya. Salah satu faktor adalah ekonomi...
ReplyDeleteTetapi semoga 2018 saya lebih baik lagi...
Luar biasa ya mantra-mantra dari guru teh Ani. Tapi jika muridnya kurang peka ya enggak ada manfaatnya juga sih. Hehe. Tergantung muridnya juga.
ReplyDeleteBtw sukses selalu ya, Teh. Menghargai jasa-jasa para guru kita insya Allah akan membuat ilmu kita juga akan barokah. Aamiin.
guru yang menginspirasi itu harta kekayaan yang ga ternilai ya teh. Ingat banget dulu saya sekolah di sebuah sekolah swasta di pedalaman Kalimantan Tengah dan menyuruh saya untuk kuliah di UGM seperti beliau. Dan karena nasihat guru itu saya berpayah2 lulus SMP ngekost di Jogja agar terwujud kuliah di UGM. Dan masya Allah terwujud. ketemu banyak dosen yang menginspirasi bahkan sampai sekarang masih kontak2an.
ReplyDelete