Reuni SMP |
Notif WhatsApp
berbunyi, saat dibuka pengirim pesan adalah Neni, salah satu teman SMP beda
kelas namun satu angkatan. Dia salah satu panitia reuni 2015. Walau saat itu
sudah diumumkan soal reuni melalui grup SMP, saya tidak antusias mendaftar
karena pernah ikut reuni beberapa kali di tahun-tahun sebelumnya. Namun kali
ini, Neni khusus menghubungi saya dan meminta hadir di reuni untuk berbagi
cerita kesuksesan kepada teman-teman yang hadir.
“Saya? Gak salah Bun?”
Saya terperanjat gak yakin karena masih banyak teman-teman SMP saya yang jauh
lebih sukses dan mempunyai jabatan tinggi di perusahaannya. Oh ya, saya
memanggil Neni dengan sebutan “Bunda” karena ia paling dewasa pemikirannya diantara
kami. Dan paling religius.
“Ya, sumuhun atuh masa main-main sih? Jangan
suka merendah ah, kamu kan punya kemampuan unik dan saya suka lihat aktivitasmu
di facebook.” Ujarnya dengan ikon senyum dan jempol satu.
Akhirnya, saya bersedia
ikut karena menghargai undangannya yang sampai japri-japrian begitu. Padahal
saya saat itu pekerjaan sedang numpuk.
Dari awal di WA Neni,
saya sudah bingung mau berbagi cerita apa yang bisa menginspirasi teman-teman
yang hadir? Rumah tangga saya gagal, pekerjaan kantor juga saya tinggalkan,
nyaleg di 2014 juga tidak terpilih. Hmmmm saya lahaulahuwatailabillah saja. Teman-teman merasa yakin sama saya.
Mengapa saya meragukannya?
Di Hari H, saat ketemu
si A, B, C, D dll ada yang menjabat dosen, kepala sekolah, kepala puskesmas,
dokter, pemilik production house, konsultan
SDM, Abri dan lain-lain. Sempat saya mundur dan bilang ke Neni bahwa saya saya
tak usah berbagi cerita di panggung. Namun Neni beserta teman-teman yang lain
tetap menyemangati.
Setelah lima perwakilan
yang lain berbagi, giliran saya. Jeng...jeng...jeng.... hahaha gile! Depan
teman-teman seangkatan grogi abis! Kebiasaan berbicara depan peserta workshop
tak ada tanda-tanda saya sering bicara depan umum dengan lancar.
Mengucapkan salam
dengan mantap. Lalu saya ingat kata-kata Mas Adjie Silarus, seorang pakar
meditasi yang sering mengatakan bahwa ketika kita berbicara sebaiknya harus sadar penuh dan hadir utuh. Agar
apa yang disampaikan terlihat bernyawa dan akan melekat di ingatan audience. Saya melupakan sejenak sharing teman-teman saya yang sebelumnya
yang membuat saya ciut.
Dengan lantang, saya
sportif dan apa adanya bilang bahwa hidup saya tak selurus dan sesempurna teman-teman
di sini. Sekarang saya hidup bersama seorang putri kecil dan bekerja menjadi freelancer saya ceritakan juga
keseharian saya, kegiatan volunteer, kegiatan mengajar menulis dan soal blogging yang membawa saya pada achievement tinggi serta memenuhi
kebutuhan hidup untuk diri sendiri dan anak tanpa tergantung pada orang lain.
Tak disangka, tepuk
tangan menggema, lebih riuh dari tepuk tangan untuk teman-teman yang sharing sebelumnya. Saya tak percaya dan
merasa berada di nirwana dengan limpahan kasih sayang teman-teman yang melimpah
saat itu. Saya bangkit dan merasa bersalah telah menyalahkan dan underestimate diri sendiri. Berbagai
pertanyaan juga mereka lempar sambil tertawa riang, berdecak kagum, haru
bercampur aduk.
Sampai Dandi, teman
sekelas saya yang menjadi MC berujar bangga “Iniiii teman sekelas gue dong”
Katanya.
Lalu, Dandi
memoderatori para penanya yang tak habis-habisnya. Dia berujar bahwa inspirasi
itu bisa luas dan keberhasilan tak diukur dengan jabatan atau status sosial
tinggi. Namun, sejauh mana ia bisa bermanfaat untuk orang lain dan banyak
melakukan kegiatan sukarela untuk kepentingan orang lain juga keluarga
tentunya. Wow! Amazing Dandi!
Dandi juga menambahkan “Ani
ini sebenarnya akunting tapi dia memilih jalan menjadi blogger dan penulis
lepas jadi pilihannya adalah passion nya.” Huwaaaaa saya berkaca-kaca dan
bicara pun jadi serak basah.
Usai reuni, teman-teman
memeluk saya. Ada yang menangis haru, ada yang sama-sama single parent lalu ia menjadi tergugah untuk bangkit juga serta
berusaha memunculkan kembali potensi dirinya yang sempat terkubur dengan luka
dan duka. Ada pula yang menawarkan kerja sama atau sekadar ingin ngobrol lagi
di lain waktu. Masyaa Allah saya begitu bahagia saat itu. Namun saya juga tidak
lupa diri. Saya tetap menghargai semua teman dan networking sebaik-baiknya.
Beberapa bulan
kemudian, Dandi yang berprofesi sebagai konsultan Sumber Daya Manusia atau
lebih kerennya adalah HR Consulting, mengajak saya untuk menjadi pembicara
dalam seminar soal karir yang diadakan oleh Bank Indonesia, salah satu klien
nya.
Tanpa berpikir lama,
saya menyanggupi dan saya benar-benar diperlakukan sebagai pembicara
profesional bersama pembicara lainnya. Sungguh terharu. Saya saat itu berbagi
tentang sisi-sisi entrepreneur dari
kegiatan menulis. Terima kasih Dandi dan Diah. Yap, Diah adalah istrinya yang
sama-sama mengelola perusahaan yang dibangunnya tersebut.
Hasil kerja saya juga
alhamdulillah membuat puas para peserta. Usai seminar, banyak yang meminta
kontak dan lain-lain karena mereka ingin belajar lebih lanjut untuk mendalami
kepenulisan dan blogging.
Dandi dan Diah pun
senang. Alhamdulillah. Dan sepulang dari mengisi seminar ini, saya merasa
takjub! Teman sekelas yang tadinya belajar bareng tiap hariu di kelas lalu puluhan tahun tak bertemu, akhirnya dipertemukan dalam masa yang lain yang tak terduga. Ya, reuni itu tak perlu ditakutkan. Tak harus pamer pencapaian atau
merasa minder. Yang penting dilakukan saat reuni adalah networking sepenuh hati, bicara apa adanya, tidak mengada-ada,
apresiasi setiap orang lain berbagi.
Tak perlu kita merasa
rendah atau tinggi. Yang penting adalah kita harus hadir sepenuh hati dan
mengambil banyak inspirasi dari mereka yang berhasil serta membantu mereka yang
membutuhkan uluran tangan. Saya yakin, semua teman tak ada yang memandang
rendah atau tinggi. Kalaupun ada perbedaan untuk saling mengisi karena setiap
orang punya peran masing-masing yang tak kalah penting.
** Ada cerita dari reuni SMA dan kuliah yang belum saya ceritakan. Ini lain kali saya tuliskan di artikel berbeda.
Noted, mbak.
ReplyDeleteBuang jauh-jauh jaim dan minder.
Kalau tidak siap, kapan siapnya? ��
Teh Ani memang inspiring women, aku salut dengan teh Ani
ReplyDeleteTerharu banget teeeeh. Kepingin mengganti anggapan miring tentang reuni nih, yang kadang melulu soal perasaan yang belum selesai. Selamat ya teh, sukses juga dan menginspirasi semuanya
ReplyDeleteTeh Ani ya ampuuuun dirimu memang such incredible lady!
ReplyDeleteKeep UP the great work ya teh... BANGGA!
Mbak Ani keren... menginspirasi... Semangat selalu yah :)
ReplyDeleteNah itu teh, kadang2 kalo mau reunian banyak yang hadir karena minder.Padahal mah kita mesti bangga, yakin sama diri sendiri ya, karena kita ada dalam reuni ya itu yang diperuntukan buat kita.
ReplyDeletePAstinya, aku pun bangga sama T Ani yang selalu menyebarkan virus blogging dan blogger inspiratif panutan akuu..
Betul sekali, Ani, jangan pernah ragu dan khawatir untuk menjalankan aktivitas yang kita rasa kita belum mampu. Do it and everything will follow. Yakin aja tentunya, apalagi Ani kan memang sangat menginspirasi para blogger tua dan muda. Salut.
ReplyDeleteIh, reuninya seru ya teh, penuh makna, berisi banget. Suka deh reuni model gini, gak sia-sia luangin waktu.
ReplyDeleteKalau reuni emang asik deh
ReplyDeleteSebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain, sabda Rasul. Ini sisi positif dari reuni. Reuni bukan sekadar ajang pamer harta dll. Semangat terus, Ani.
ReplyDeleteSubhanallah. Speechless jadinya.
ReplyDelete.
Ya, apapun kita saat ini, teruslah berkarya ^_^
aku agak trauma teh, gara2 dulu pas reuni isinya membangga-banggakan harta. Kita yg biasa-biasa aja jarang diberi kesempatan ngomong. Jadi sekarang klu ada reuni lagi dilihat dulu siapa daja yang datang, klu kumpulan orang2 yg sombong ogah hehehe. Teh Ani beruntung lingkungan teman yang reuni hebat - hebat.
ReplyDelete