Ki-ka; Dr.Tirta, Prof.Endang, Dr.Yustina |
“Materi
1000 HPK sering dibahas dalam seminar kesehatan di mana pun dan artikel-artikel
tentang hal tersebut juga sudah banyak dan diulas dari berbagai sisi. Namun
kita sepatutnya tidak bosan untuk selalu menuliskannya dari banyak sisi. Sebab
masih banyak di luar sana yang membutuhkan informasi gizi yang lebih tepat.”
Bapak Arief Mujahidin dari
Sarihusada membuka acara Health and
Nutrition Discussion (20/02) di Santika TMII dengan pernyataan tersebut.
Saya setuju sekali. 1000 Hari Pertama Kehidupan masih banyak kurang dipahami
oleh masyarakat luas. Terutama para orang tua yang tak mau repot menyediakan
sajian bernutrisi untuk anaknya.
Masih ingat
perbincangan ibu-ibu yang mengantar anaknya sekolah di TK dekat rumah, dengan
kencang seorang ibu berbicara kepada ibu hamil di sebelahnya.
“Bu, lagi hamil gak
usah banyak masuk makanan, dikit aja. Seadanya. Nanti kalau bayi sudah lahir
baru deh dikasih makanan sehat dan banyak. Khawatir nanti susah lahirannya.”
Dengan percaya diri si ibu berkata.
Kadang, ibu-ibu muda
suka mengangguk saja nurut apabila yang bicara itu lebih tua darinya. Dianggap
berpengalaman. Padahal pernyataan ibu tadi tidak sepenuhnya tepat. Justru ibu
hamil membutuhkan tambahan energi 180-400 kkal serta 20 gram ekstra protein per
hari agar kebutuhan zat gizi janin terpenuhi. Hal ini, disampaikan DR. Dr. Yustina Anie Indriastuti, M.Sc.,
Sp.GK dan Dr.Tirta Prawita Sari, M.Sc., Sp.GK dari Perhimpunan Dokter Gizi
Medik Indonesia (PDGMI)
Janin yang masih dalam
kandungan ibu harus memperoleh gizi terbaik dan tidak kurang makanan. Tidak bisa, makan tanpa nutrisi. Sebab sejak janin di dalam kandungan,
merupakan periode emas. Yakni, 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK)
Prof.
Endang L Achadi menegaskan hal ini, menurutnya jika periode 1000
HPK tidak dilalui dengan baik maka kecerdasan dan kesehatan yang didapat sifatnya permanen
dan sulit dipebaiki ke depannya. Keadaan ini juga berpengaruh pada dua generasi berikutnya,
pada anak cucunya.
Mengapa 1000 HPK itu
sangat penting diperhatikan? Karena akibat - akibat jangka panjang yang menjadikan anak
kecerdasannya rendah, stunting (tubuh pendek) dan risiko ke depannya mengalami
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti, diabetes, jantung, hipertensi dan stroke.
Stunting adalah tubuh
lebih pendek dari usia standarnya. Akibat stunting disebabkan kekurangan
gizi kronis dan sering mengalami penyakit infeksi.
Mirisnya, Indonesia
termasuk dalam 17 dari 117 negara yang mempunyai prevalensi tertinggi untuk
anak yang stunting, wasting dan overweigt. Merupakan tertinggi ke lima
di dunia. Tentu saja ini menjadi PR semua pihak. Jangan sampai sumber daya
manusia bangsa kita tidak berdaya saing dengan negara lain.
Untuk ibu hamil sebisa
mungkin tak mengalami penyakit infeksi. Sebab jika terjadi pada periode 1000
HPK dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tulang dan organ lainnya.
Tak terpikirkan lebih
jauh soal sakit pilek pada ibu hamil misalnya. Prof. Endang mencontohkan pada
ibu hamil yang menjadi pasien nya. Ibu tersebut sakit pilek berkepanjangan saat
janin masih berusia hitungan trismester pertama. Terdeteksi jantung anaknya
bocor saat lahir. Setelah diperiksa, ini terjadi karena pengaruh pilek
tersebut.
Ibu hamil jika sakit,
harus banyak konsultasi ke dokter sebelum mengonsumsi obat karena akan memberi
dampak signifikan juga terhadap janin yang dikandungnya.
Oleh karena itu,
Prof.Endang menyarankan supaya ibu hamil menjaga kesehatannya dengan pola hidup
bersih dan sehat serta asupan gizi seimbang terpenuhi.
Bicara soal gizi
seimbang, Menurut Dr.Titra Prawita saat ini kita harus meng-upgrade pola pikir soal empat sehat lima sempurna dengan Gizi
Seimbang karena dua hal ini sangat berbeda.
Empat sehat lima
sempurna; Hanya menekankan pada jenis makanan. Seperti nasi, lauk, sayur, buah
dan susu.
Gizi Seimbang;
Keanekaragaman makanan dalam jumlah dan proporsi tertentu serta upaya menjaga
status gizi normal. Ditambah dengan penerapan PHBS (Pola Hidup Bersih dan
Sehat) minum air putih yang cukup dan melakukan aktivitas fisik.
Jadi, jelas
perbedaannya. Jika selama ini masih ada yang berpatokan pada pedoman empat
sehat lima sempurna, nantinya akan terbatas pola pikir hidup sehat yang
dibangunnya. Masyarakat akan cenderung hanya mencari jenis makanan yang
disebutkan tadi. Tidak berusaha mencari alternatif makanan yang gizinya setara
untuk pertumbuhan dan kesehatan.
Sedangkan pedoman Gizi
Seimbang, menekankan pada variasi makanan yang sama-sama mempunyai nilai gizi
berkualitas. Terpenuhi semua unsur, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral. Indonesia yang hasil pangannya beragam, tak akan merasa dibedakan dan
tak akan merasa “belum makan” sebelum menemui nasi. Tak dimungkiri, daerah
timur Indonesia hasil pangannya berbeda dengan barat Indonesia. Karena pengaruh
letak geografis dan kebiasaan pola makan masing-masing.
Di Papua terbiasa
makan singkong, Maluku dengan sagu nya dan NTT dengan jagung dan talasnya. Tak
harus susah payah mencari nasi. Begitu pula dengan di Gunungkidul yang sumber
protein nya banyak didapat dari belalang yang diolah dengan berbagai sajian, tak
salah jika mereka tak banyak mengonsumsi ikan atau daging. Yang penting apa
yang dikonsumsinya setara dengan nilai gizi standar.
Pola gizi seimbang juga
tak hanya menyarankan untuk mengonsumsi asupan bernutrisi namun menekankan pola hidup sehat yang baik, seperti minum sedikitnya 8 gelas sehari dan rutin melakukan
aktivitas fisik setidaknya 30 menit sehari.
Bagaimana dengan
penerapan gizi seimbang pada anak? Tentu saja makanan utama untuk bayi di bawah
6 bulan adalah ASI. Bagaimanapun ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Setelah
bayi berusia 6 bulan, harus mulai diberi makanan pendamping ASI (MPASI).
Karena semakin bayi
besar, semakin aktif gerakannya dan membutuhkan energi. Selain itu, saat bayi usia 6 bulan, ASI juga
semakin berkurang produksinya. MPASI yang diberikan harus sesuai usia dan memenuhi semua
unsur nutrisi penting. Seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan
mineral.
Dr.Yustina mengatakan
bahwa MPASI yang baik adalah selain kaya gizi, makanan harus mudah dimakan oleh
anak, berbahan pangan lokal, tidak berbumbu tajam atau terlalu asin dan harus
disukai anak.
Pemberian MPASI juga
harus sesuai dengan kebutuhan energi anak. Masukkan bahan makanan dari sayur,
buah atau lemak ke dalam makanan pokoknya. Agar rasa bervariasi. Dr.Yustina
juga menyarankan agar tidak takut memasukkan lemak ke dalam makanan bayi selagi
jumlahnya wajar. Misalnya, saat menumis, masukkan mentega sedikit atau taburi
makanan dengan keju parut. Ini dimaksudkan agar anak berselera makan.
Periode keemasan 1000
HPK ini sangat penting dioptimasikan oleh para orangtua. Bukan hanya tanggung
jawab ibu. Ayah pun harus ikut terlibat agar ada kerjasama dalam proses
pertumbuhan buah hatinya.
Jika anak 1000 HPK nya
terpenuhi dengan gizi yang baik, efek jangka panjangnya akan menjadikan anak
cerdas, tumbuh sehat dan dapat memimpin di masa depan serta mempunyai daya
saing kuat. Karena masa depan bangsa ada di pundak generasi mendatang.
HPK anak di 1000 hari pertumbuhannya emang penting ya.
ReplyDeleteAnakku kurang suka sayur, padahal itu penting untuk 1000 hpk yaa.
ReplyDelete