Bukan cerita baru, jika
petani perempuan saat ini belum seluruhnya terpenuhi hak-hak dalam
menjalankan profesinya. Mulai penerapan jam kerja, honor yang hanya dibayarkan
50% dari yang seharusnya bahkan kurang dari jumlah yang sudah dipangkas itu. Hingga soal cuti haid dan melahirkan yang
kurang mendapat toleransi jika bekerja pada perusahaan.
Misalnya, di daerah
perkebunan sawit yang belum menerapkan aturan ISPO (Indonesian Sustainability
Palm Oil) masih banyak yang ilegal mempekerjakan tenaga petani perempuan yang
tak sesuai dengan aturan. Padahal, dalam ISPO sudah dijabarkan aturan hak-hak
para petani tanpa memandang jenis kelamin. Semua petani sawit harus
diperlakukan manusiawi.
Belum lagi para petani
kopi, kebanyakan masih menggunakan tenaga perempuan karena petik kopi masih
secara konvensional dan memilah mana yang matang dan yang muda harus
menggunakan tangan. Yang mana ketelitian ini dibutuhkan dan hal ini sebagian besar dapat
dilakukan oleh petani perempuan.
Menurut data statistik,
dari jumlah total petani di Indonesia, 23% adalah petani perempuan dan hal ini patut menjadi
perhatian khusus.
Melihat kondisi
tersebut, maka Tempo.co, crowde.co dan mca-indonesia.go.id mengajak semua pihak berdiskusi
dalam #NgobrolTempo edisi “Berinvestasi Pada Perempuan Petani, Indonesia Lebih
Berdaya Sejahtera” dalam diskusi ini, hadir Narasumber Dwi Rahayu
Yuliawati-Faiz (Direktur Inklusi Sosial dan Gender MCA-Indonesia), Yohanes
Sugihtononugroho (CEO dan Co-Founder
Crowde.co), Cleo Indaryono (Investor muda) dan di moderatori oleh Sadika Hamid
(Redaktur Tempo).
Dwi Rahayu mengungkapkan
tantangan petani perempuan saat ini adalah mereka sering tidak diakui sebagai
pemberi nafkah utama keluarga dan tidak diakui sebagai petani. Dua stigma ini
terus menerus dihadapinya tanpa ada pembelaan. Maka, sudah saatnya kita memberi
perhatian terhadap hal ini. Dukungan semua pihak perlu ditingkatkan untuk membuahkan solusi terbaik.
MCA-Indonesia bergerak
melalui kemitraan dan memberikan hibah untuk meningkatkan kapasitas perempuan
petani. Memantapkan identitas sebagai petani yang menjadi profesi sehingga
perempuan petani dapat bekerja secara profesional yang produktif sehingga dapat
menghasilkan pendapatan untuk keluarga yang lebih layak.
Yohanes yang saya kenal
di gathering
CROWDE pada Mei 2017 lalu, hadir juga di sini dan
mengungkapkan tiga masalah utama petani, yakni pendanaan, pasar dan teknologi.
Banyak petani Indonesia yang kesulitan soal modal, ada yang berhasil produktif
namun kesulitan pula dengan cara pemasaran yang tepat. Pemanfaatan teknologi
yang menumbuhkan efektivitas pun masih belum tersentuh oleh sebagian besar
petani.
Maka, CROWDE
menyediakan kebutuhan para petani terkait tiga masalah tersebut dalam sebuah
platform yang dibentuk bersama rekan-rekannya. Platform ini merupakan
Crowd-Investment dengan menyasar sektor pertanian yang semuanya dikelola
bersama.
Untuk berinvestasi di
platform tersebut, cukup mudah, tinggal buka platformnya, buat akun, pilih
project dan pilih nominal investasi sesuai kemampuan. Bahkan bisa dimulai dari
Rp.10.000. Jadi, siapapun bisa berinvestasi untuk kesejahteraan petani tanpa
pandang profesi, usia atau penguasaan skill
pertanian.
Mahasiswa pun diedukasi
untuk berinvestasi untuk pertanian. Karena menurut Yohanes, pertanian Indonesia
harus dimajukan dan wajib didukung oleh semua pihak dan regenerasi sangat
dibutuhkan agar tercipta ide-ide kreatif dan kemajuan pertanian Indonesia yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Jadi, tak harus selalu impor.
Yohanes juga
mengungkapkan bahwa pendanaan sangat terjaga dan ada jaminan sampai kepada
petani yang membutuhkan. Untuk menghindari penyalahgunaan dana, maka dilakukan
secara cashless, caranya adalah bekerjasama
dengan koperasi setempat.
Untuk penggunaan dana
dan pertumbuhan nilai investasinya pun dilakukan secara transparan dan investor
berhak memperoleh data yang dibutuhkan.
Dengan adanya Crowde,
semua pihak dapat berkontribusi untuk memajukan petani. Karena dengan mulai 10
Ribu Rupiah saja, sudah bisa berinvestasi. Nilai yang sangat terjangkau dan efek manfaatnya besar bagi para petani.
Maka, MCA-Indonesia dan
CROWDE berkolaborasi dalam upaya menyejahterakan petani, khususnya petani
perempuan yang selama ini belum terealisasi upaya pemberdayaannya. Semoga
sosialisasinya berjalan dengan lancar dan posko-posko yang disediakan untuk advokasi para
petani perempuan ini dapat membantu untuk memberikan konsultasi terkait profesi
mereka. Mulai dari pemilihan bibit yang berkualitas, manajemen keuangan yang
baik, sistem pemasaran dan lain sebagainya.
Salut buat para petani perempuan Indonesia. Mereka berperan ganda sebagai ibu dan membantu suami mencari nafkah keluarga. Semoga dengan adanya acara ini keberadaan beliau-beliau bisa lebih diakui secara profesional, aamiin..
ReplyDelete