Beruntung sekali saya
mendapatkan wawasan berharga soal penyakit lupus di Kemeterian Kesehatan RI
pada 8 Mei lalu. Memperoleh pencerahan soal penyakit mematikan ini dari
narasumber dr.Sumariyono, SpPD-KR
dan Ibu Tiara Savitri dari Yayasan Lupus Indonesia.
Tak begitu banyak yang
mengetahui tentang penyakit lupus. Namanya kurang familiar di masyarakat awam.
Walaupun ada yang pernah mendengarnya, hanya sekilas dan tak banyak yang
tertarik untuk mengetahuinya lebih dalam. Lupus belum tersosialisasi dengan
baik ke masyarakat untuk pencegahannya bahkan pengobatannya. Jangankan
pencegahan dan pengobatan, mengetahui apa penyakit Lupus pun masih banyak yang tidak
tahu.
Padahal, penyakit
lupus sama mematikannya dengan kanker,
AIDS, jantung dan penyakit tidak menular lainnya. Menurut data Kementerian
Kesehatan, penyakit tidak menular selalu meningkat setiap tahunnya, termasuk
penyakit lupus. Tadinya Indonesia selalu didominasi penyakit menular atau
infeksi namun sekarang banyak dijangkiti penyakit tidak menular karena beriringan
dengan gaya hidup yang kurang baik.
Jenis lupus yang sering
menjadi rujukan masyarakat umum adalah Lupus Eritematosus Sistemik (LES). Lupus
jenis ini dikenal dengan penyakit “Seribu Wajah” karena sifatnya peniru ulung.
Penyakit inflamasi autoimun ini belum diketahui penyebabnya. Seringkali orang
dengan lupus merasa terkecoh ketika memeriksakan diri ke dokter, sebab
diagnosanya sangat beragam dan menyerupai tanda-tanda penyakit lainnya.
Penyakit yang memberi
tanda jelas berupa ruam merah berbentuk kupu-kupu di kedua belah pipi ini,
pemicunya lebih kepada pengaruh faktor genetik, imunologik, hormonal serta
faktor lingkungan yang menjadi faktor pemicu terjadinya penyakit lupus.
LES biasanya menyerang
perempuan usia produktif antara 15-55 tahun bahkan bisa menyerang anak-anak dan
laki-laki juga. Oleh karena itu perlu diwaspadai dengan SALURI (Periksa Lupus
Sendiri) di rumah.
dr.Sumariyono Sp-PD-KR |
Ada tiga peran yang
menjadi pemicu penyakit ini, berikut pemicu yang wajib diwaspadai dan mejadi
ukuran dalam pencegahan:
Faktor
genetik, Keluarga dekat yang sebelumnya memiliki penyakit LES
wajib diwaspadai, mengingat sekitar 7% pengidap LES memiliki keluarga dekat
yang terjangkit penyakit ini.
Faktor
Lingkungan, terdiri dari:
Infeksi, paparan
bakteri,virus yang datang dari luar rumah atau di sekitar tempat tinggal, harus
benar-benar diwaspadai, apalagi jika kondisi tubuh sedang capek atau tidak fit,
harus benar-benar dijaga dengan memakai masker atau konsumsi makanan bernutrisi
cukup sebagai penghalau sumber terjadinya infeksi tersebut.
Hindari Stress, Jika
kondisi lingkungan tidak kondusif, misalnya banyak paparan polusi, kondisi
macet parah, pekerjaan menumpuk, banyak tekanan, sebaiknya ambil waktu refreshing dan melipir sebentar untuk
mendapat penyegaran.
Makanan dan Obat-obatan
tertentu wajib menjadi perhatian. Jika terjadi sesuatu yang ganjil, sebaiknya
upayakan untuk dipilah mana yang aman dikonsumsi dan yang tidak.
Hindari merokok, hal
ini sudah mutlak untuk kesehatan umum, sebaiknya merokok dihindari. Merokok juga menjadi salah satu
pencetus penyakit lupus.
Sinar ultraviolet pun
wajib dihindari, gunakan sunblock atau pelindung lainnya ketika beraktivitas di
luar. Misalnya gunakan jaket, topi dan lain sebagainya.
Faktor
Hormonal, Faktor ini menyangkut hormon estrogen yang ada pada
perempuan, mengingat sebelum periode menstruasi dan selama kehamilan hormon ini
meningkat dan diduga menjadi pencetus penyakit LES.
Penyakit LES untuk
diagnosa nya masih samar karena penyakit ini peniru ulung. Bisa meniru gejala
penyakit lainnya. Oleh karena itu, perlu penanganan yang akurat dan tenaga ahli
yang benar-benar relevan. Tak heran jika penanganan penyakit ini memerlukan
biaya yang tak sedikit. Sehingga menjadi beban sosial ekonomi bagi masyarakat
juga negara.
Sebagai solusi untuk
masyarakat agar terhindar dari penyakit LES ini, Kementerian Kesehatan RI
mencanangkan program SALURI (Periksa Lupus Sendiri) bisa dilakukan sendiri
dengan pembinaan di puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya. Caranya dengan
mengenali gejala-gejala sebagai berikut:
- Demam lebih dari 38 derajat celcius dengan sebab yang tidak jelas
- Rasa lelah dan lemah berlebihan, bawaannya ingin tidur dan seolah malas-malasan.
- Sensitif terhadap sinar matahari, misalnya timbul rasa gatal, ruam merah di kulit yang berlebihan atau pusing kepala setelah terpapar sinar matahari.
- Rambut rontok, bisa dilihat di saringan saluran air kamar mandi atau sisir, jika rambut rontok perlu menjadi perhatian.
- Ruam kemerahan berbentuk kupu-kupu yang melintang dari hidung ke kedua belah pipi serta ruam merah di kulit bagian lainnya.
- Sariawan yang tak kunjung sembuh, terutama di bagian atas rongga mulut.
- Nyeri dan bengkak pada persendian, lebih dari satu persendian terserang gangguan berupa nyeri dan lain sebagainya.
- Ujung-ujung jari tangan dan kaki pucat hingga kebiruan saat terpapar udara dingin.
- Nyeri dada, terutama saat berbaring dan menarik napas panjang.
- Kejang atau kelainan saraf lainnya
- Gangguan terhadap darah, misalnya anemia, penurunan sel darah putih, penurunan kadar pembekuan darah
- Positif Anti ds-DNA.
Jika ada yang mempunyai
gejala di atas, sedikitnya 4 gejala yang terasa, sebaiknya segera ke puskesmas
atau ke pusat layanan kesehatan lainnya untuk diperiksa dan diberikan
solusinya.
LES belum dapat
disembuhkan namun dengan pengobatan rutin serta dukungan moral dari keluarga
dan lingkungan sekitarnya, dapat mencegah kerusakan organ, memperoleh remisi
panjang, mengurangi tingkat gejala dan meningkatkan ketahanan.
Ibu Tiara Savitri, Ketua Yayasan Lupus Indonesia |
Pengidap LES saat ini
ada yang hidup normal dan bisa beraktivitas seperti biasanya. Salah satu contoh
adalah Ibu Tiara Savitri, mengidap lupus sejak Tahun 1987. Sudah mengalami
pengobatan dengan berbagai cara namun pengobatan medis lah yang paling tepat.
Ibu Tiara rutin melakukan pengobatan dan menuruti anjuran dokter dengan baik.
Bahka rajin kontrol.
Menurutnya, jika sudah
terjangkit lupus, harus dikontrol seumur hidup dan tidak boleh bosan saat melakukan
semua proses pengobatan.
Sampai sekarang, Ibu
Tiara dapat hidup normal, bisa mempunyai keturunan dan beraktivitas seperti
biasa. Bahkan menjadi Ketua Yayasan Lupus Indonesia yang mengemban tugas bersosialisasi
dari ujung timur hingga ujung barat Indonesia untuk memberi wawasan masalah LES
ini.
Menurut Ibu Tiara, setelah
sosialisasi selalu ada peserta yang merasa harus diperiksakan mengingat
pemaparan yang telah disampaikan olehnya beserta timnya.
Jadi, yuk gerakkan sosialisasi kepada teman, saudara dan lingkungan sekitarnya tentang SALURI ini, agar bisa terdeteksi lebih awal gejalanya dan dapat dilakukan pencegahan dan pengobatannya.
makasih teh infonya, waspada lupus nih tanda-tandanya kayanya banyak di sekitar kita..
ReplyDeleteWajar disebut penyakit seribu wajah. Gejalanya mirip dengan babyak penyakit ya
ReplyDeleteWaaah dapet ilmu baru, terima kasih infonya teh,segala sesuatu nya emang harus dari diri kita ya teh, beberapa bulan lalu temen operasi karena ada sesuatu di payudara, untungnya ketauan sejak dini jadi bisa segera di obati. ��
ReplyDelete