Gathering blogger pada 8 Oktober
2018 lalu, bersama Dr. Eni Gustina MPH (Direktur
Kesehatan Keluarga, Direktorat Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI), Pratiwi Febry (Pengacara
LBH Jakarta), dan Eni Saeni, S.I.KOM, M.I.KOM (Dosen Ilmu
Komunikasi UPN Veteran Jakarta) mengingatkan tahun lalu saat ikut diskusi
soal SKM bersama dr.Martin Leman, Sp.A Kami saat itu cukup terkejut
mendapati bahwa SKM ini bukan susu kesehatan juga susu pertumbuhan.
Setahun yang lalu, dr.Martin
Leman membedah kandungan SKM yang didominasi oleh gula. Memang, kandungan
susunya ada tapi tak sampai 50% dan yang menjadi masalah, SKM ini banyak
dijadikan andalan oleh sebagian masyarakat sebagai minuman yang dianggap
penting untuk pemenuhan gizi.
Kang Maman sebagai moderator acara pun menyatakan bahwa protes beberapa
pihak tentang fungsi SKM yang bukan untuk minuman anak ini ternyata sudah ada
sejak 1930an sejak penjajahan Belanda. Baru ramai sekarang tentunya karena ada media
sosial.
Penggunaan tidak tepat SKM, terutama
untuk masyarakat yang tidak mampu membelikan susu pertumbuhan yang semestinya
untuk anak sesuai usia. Diperkuat dengan tayangan iklan yang memvisualkan
minuman susu dalam gelas yang diminum oleh anak. Hal ini tentunya mengecoh
konsumen yang membutuhkan susu dengan harga murah.
Kebiasaan masyarakat yang belum
terbiasa melihat label kemasan tentang komposisi bahannya serta mudah tergiur dengan iklan yang
visualisasinya membenarkan bahwa SKM adalah bahan untuk minuman. Ada
kecenderungan pembenaran yang harus diluruskan.
Surat Edaran BPOM |
Menyikapi Surat Edaran BPOM
Pengacara Publik LBH Jakarta Pratiwi
Febry. mengungkapkan soal surat edaran No.1b yang dikeluarkan BPOM No.
HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 tentang label dan iklan pada produk susu
kental dan analognya. Berbunyi “ dilarang mengunakan visualisasi bahwa produk
susu kental dan Analognya (Kategori pangan 01.3) disertakan dengan produk susu
lain sebagai penambah atau pelengkap zat gizi. Produk susu lain antara lain
susu sapi/Susu pasteurisasi/susu yang disterilisasi/susu formula/susu
pertumbuhan. “
Surat edaran tersebut, menurut
Pratiwi belum dapat mengikat masyarakat dan produsen karena belum naik tingkat
ke peraturan undang-undang yang disahkan oleh pemerintah sehingga kekuatan
hukumnya belum kuat. Ditambah lagi dengan ketidakselarasan Perka BPOM No.21/2016 yang menyatakan bawa
SKM termasuk dalam Sub Kategori Susu Kental, Kategori Susu.
Perka BPOM tersebut akan
membingungkan masyarakat karena di satu sisi perka tersebut belum diubah supaya selaras dengan surat edaran yang
dikeluarkan. Solusinya masyarakat harus mampu mengubah mindset. Membiasakan ketika belanja sesuatu agar selalu memeriksa
komposisi bahan yang tercantum di kemasan dan tidak asal dalam memberikan
asupan gizi untuk anak-anaknya terutama anaknya yang masih bayi dan balita.
Maka, untuk memperkuat kekuatan
hukumnya, selayaknya ada kebijakan yang lebih mengikat dari Kemenkes dan BPOM
dengan ditebitkannya dalam satu peraturan undang-undang yang mempunyai
kepastian hukum yang diberlakukan.
Pelanggaran Visualisasi Iklan
Pada label kemasan pun masih
ditemukan visualisasi iklan yang menunjukkan bahwa SKM adalah susu untuk
diminum sehari dua kali @4 sendok. Hal ini tentunya sangat membahayakan
kesehatan anak generasi penerus jika didiamkan. Anak berpotensi mengalami
obesitas dan diabetes serta cenderung ke arah stunting karena mengonsumsi
sesuatu yang nilai gizinya kurang. Tentunya dampak kurang gizi pada anak
disebabkan beberapa faktor lain tapi konsusmi SKM berlebihan berpotensi
menyumbang malnutrisi pada anak.
Sebagai solusi, etika pariwara
harus benar-benar diterapkan dan dijalankan. Perenarapan tersebut harus
teredukasi mulai dari produsen, agency periklanan dan pihak terkait yang
berhubungan. Jika semuanya diedukasi, kejadian kecolongan soal iklan yang
mengecoh masyarakat dapat terminimalisir tentunya.
Surat Edaran BPOM tentang susu kental manis untuk mendukung gizi
seimbang
Ibu Eni Gustina mengungkapkan bahwa
surat edaran yang dikeluarkan BPOM terkait susu kental manis, dapat mendukung
sosialisasi gizi seimbang yang sedang digalakkan. Menurut Ibu Eni, Indonesia
yang di masa depan mendapatkan bonus demografi atau ledakan penduduk usia produktif
sebanyak 70% dalam kurun 2020-2035. Semestinya dimanfaatkan dengan baik. Agar
kualitasnya berdaya saing, oleh karena itu, asupan gizinya harus seimbang dan
tepat.
Untuk mendapatkan potensi
Indonesia menjadi negara maju dari bonus demografi tersebut, hal-hal yang masih
menjadi persoalan terkait gizi anak Indonesia tentunya harus ada pemecahan yang
massif. Ibu Eni mengungkapkan hasil data PSG 2017 yang menyatakan masih
tingginya angka stunting anak dalam besaran 29,6%, kekurangan gizi pun masih
berada di angka 14% serta menurut Riskesdas 2013, Anemia di angka 28,1% pada
balita.
Peran orangtua yang harus selalu
mencari tahu asupan gizi seimbang untuk anak-anaknya serta menerapkan apa yang
disosialisasikan pihak terkait dalam hal kesehatan. Misalnya, menerapkan pengetahuan
soal tumpeng gizi yang berisi 10 pesan gizi seimbang yang diantaranya merupakan
anjuran konsumsi makanan bernutrisi tepat yang terpenuhi dari mulai
karbohidrat, protein, lemak dan mineral dengan takaran yang sesuai. Serta
membiasakan pola hidup bersih dan sehat setiap hari.
Mengapa SKM Perlu disosialisasikan Bahwa Produk ini Bukan Susu?
Bicara soal SKM, walau saya sudah
sangat jelas mengetahui komposisinya, tapi SKM tetaplah jenis tambahan makanan
yang enak untuk pembuatan kue, campuran toping
es campur atau es teller, martabak, pemanis buah alpukat dan penyempurna
kenikmatan roti bakar. Yup! Saya masih suka mengonsumsi SKM tetapi bukan untuk
minuman seperti minum susu pemenuhan gizi apalagi dipergunakan sebagai susu
pertumbuhan untuk anak. Bahkan mengonsumsinya pun saya tak berani berlebihan.
Mengingat usia, takutnya diabetes. Gunakan secukupnya saja.
Bahkan menurut Dokter Gigi Annisa
Rizki Amalia, anak yang sering mengonsumsi susu berlebihan bahkan menjelang
tidur dan mengulumnya, akan menimbulkan karies gigi. Oleh karena itu, SKM yang
didominasi gula tentunya harus dihindari penggunaaannya sebagai minuman untuk
anak maupun orang dewasa.
Fakta tentang SKM
SKM dibuat dengan proses
evaporasi susu untuk mengentalkannya menjadi solid susu 70-72% setelahnya
ditambahkan sukrosa atau gula sebanyak 40-45% yang berfungsi sebagai pengental
dan pengawet.
SKM mengandung 10,5% laktosa dan
41% sukrosa. Dengan kandungan karbohidrat sebesar 70% dengan 1,5 sendok makan
per sajian. Apakah SKM mengandung protein? Tentu saja ada, karena SKM juga
memasukkan unsur bahan susu di dalamnya namun besarannya hanya 1 gram protein
dari total kalori.
Jika dibandingkan dengan susu
sapi murni yang kandungan kalsiumnya sebesar 24,5% dengan Vitamin D sebanyak
31%, Kandungan kalsium pada SKM hanya terdapat 10,8% dengan 0,6% Vitamin D nya.
Jauh sekali perbandingannya, bukan?
Oleh karena itu SKM tidak
dianjurkan disebut atau digunakan sebagai susu untuk pemenuhan gizi atau
sebagai susu pertumbuhan untuk anak. Karena dengan komposisi yang terkandung di
dalamnya yang didominasi gula, dapat mengakibatkan risiko besar untuk jangka
panjangnya.
Sosialisasi ke Akar Rumput
Untuk sosialisasikan hal ini, tak
cukup di media sosial karena masih banyak masyarakat yang belum melek
teknologi. Menggandeng pihak lain dalam upaya sosialisasikan tentang SKM bukan
susu, bisa melalui posyandu, arisan keluarga atau ranah perkumpulan lainnya
yang mudah dijangkau dan tepat sasaran. Volunteer serta pemerintah dapat
bekerjasama dalam menjalankannya.
Sosialisasi Terhadap Produsen
Produsen dapat diajak duduk
bersama dengan agency penerbit iklan soal fakta SKM yang tidak diperuntukkan
sebagai susu pertumbuhan dan sebagai minuman. Dapat disarankan bahwa SKM sangat
layak sebagai bahan tambahan makanan saja. SKM punya level sebagai penambah
selera pada makanan yang disajikan dengan takaran secukupnya, tidak berlebihan.
Blogger sebagai corong informasi dengan bahasa yang mudah dipahami |
Kembali Pada Membiasakan Mulai Dari Kita Sendiri
Mulai membiasakan pada diri
sendiri, berupaya menjadi konsumen yang cerdas dan jeli dalam memilih produk
makanan untuk pemenuhan gizi, apalagi untuk anak. Biasakan untuk selalu mengacu
pada penerapan pola makan yang teratur dan pemenuhan gizi yang cukup. Jika
tidak banyak mengetahui hal ini, bisa mencari tahu melalui situs resmi
kesehatan atau situs kemenkes dan mengikuti workshop kesehatan.
Ketika membeli produk untuk
konsumsi keluarga, biasakan membaca label kemasan dengan baik. Walaupun
tulisannya kecil-kecil, sebaiknya dibaca hingga tuntas. Untuk menghindari
sesuatu yang tidak diinginkan.
Saya juga sudah menerapkan kebiasaan membaca label gizi sebelum membeli produk makanan untuk saya dan keluarga.
ReplyDelete