Mewujudkan Indonesia Emas Dengan #PutusinAja Perokok Anak dan Perempuan


Foto : Pixabay

Sasaran industri rokok kini tak hanya menyasar pasar laki-laki dewasa namun perokok perempuan dan anak-anak sudah menjadi target pasar yang dibidik. Tak ada perkecualian atau pengendali selain tercapainya tujuan tersebut. Berdasarkan data dari riset kesehatan dasar, prevalensi perokok perempuan di Indonesia sudah mencapai 4,3 persen.

Menarik sekali hal ini dibedah dalam Program talkshow Ruang Publik KantorBerita Radio – KBR dengan Narasumber Gatari Dwi Hapsari (Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau atau JP3T), Luluk Ariyantini (Ketua Umum Pelopor Peduli Disabilitas Situbondo (Yayasan PPDIS) dan Direktur Program Peduli Disabilitas dengan Mitra Pilar PR Yakkum, The Asia Foundation yang didukung Pemerintah Australia DFAT. Serta Adriana Venny Aryani, Komisioner Komnas Perempuan.

Gatari mewakili JP3T memandang mendesak agar Indonesia segera meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control), menurutnya Indonesia merupakan negara satu-satunya di Asia Pasifik yang belum meratifikasi FCTC.

Oleh karena itu, sangat penting pengambilan sikap dari para pihak berkepentingan untuk mengambil sikap atas fenomena ini. Organisasi dan pemerintah selayaknya melakukan pengawasan lebih ketat lagi atas berlakunya undang – undang tentang pengendalian tembakau dan segala aturan yang berhubungan dengan pemasaran rokok.

Perempuan harus kuat bersuara sebab hal ini berhubungan langsung dengan kepentingan perempuan dan menyangkut masa depan perempuan dan anak Indonesia. Dalam sesi talkshow ini, Luluk memberikan contoh atas pengalamannya dalam mendorong pemerintah soal kebijakan daerah di situbondo tentang disabilitas.

Pendekatan yang dilakukan mulai 2012 melalui Bupati, OPD dan legislatif. Luluk dan tim melakukan pendekatan ke para caleg saat pencalonan hingga jadi. Semua program dijalankan saat caleg melakukan kampanye hingga lolos menjadi anggota dewan. Program tersebut berjalan hingga kini. Deputi – deputi berinisiatif membuat raperda disabilitas di 2016.

Namun bukan berarti tanpa kendala. Menurut Luluk, tantangannya adalah ketika berusaha menyatukan pemahaman setiap OPD. Hal ini dibutuhkan pendekatan secara moral yang mendalam.

Foto : Pixabay

Haruskah Rokok Dihapuskan 100 Persen?

Sering terbersit pertanyaan “Mengapa tak dihapuskan saja sekalian penanaman tembakau dan produksi rokok di Indonesia, biar beres sekalian?”

Secara nalar pertanyaan tersebut mudah namun tak akan memberikan solusi sepenuhnya. Jika tembakau dan produksi rokok dihentikan sama sekali, bagaimana dengan nasib para petani tembakau ke depannya? Sementara komoditi tembakau merupakan salah satu komoditi yang terhitung baik selama ini. Industri rokok juga banyak menyerap lapangan pekerjaan dan pajak rokok cukup membantu perekonomian kaum marjinal.

Seperti yang dipaparkan oleh Luluk, bahwa organisasi penyandang disabilitas yang dibangunnya di Situbondo banyak mendapatkan subsidi dari pajak rokok selain Bupati, OPD dan pihak lainnya. Dukungan tersebut diantaranya untuk memenuhi biaya BPJS gratis yang sudah berjalan diberikan untuk 3594 warga.

Solusi yang tepat, adakan aturan tertulis dan lebih ketat lagi bahwa merokok dilarang di tempat umum, jika terjadi pelanggaran, terapkan denda yang tinggi. Lalu naikkan harga rokok serta naikkan nilai pajak rokok. Sehingga perokok hanya bisa dilakukan kalangan tertentu saja.

“Saya setuju sekali jika pajak rokok dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk masyarakat yang membutuhkan. Maka dari itu, pajak rokok seharusnya dinaikkan.” Gatari memberi tanggapan.

Pentingnya Edukasi

Edukasi juga sangat penting dilakukan kepada seluruh masyarakat Indonesia, bisa melalui selebaran atau sesi-sesi talkshow rutin dengan tema bahaya merokok bagi diri sendiri dan lingkungan. Dijelaskan mulai dari akar permasalahan hingga sebab akibat yang akan terjadi.

Kebiasaan buruk para orangtua yang merokok, harus diperhatikan. Jangan sesekali menyuruh anak membeli rokok karena secara langsung, kondisi ini memberikan jalan pada pola piker anak untuk menganggap biasa terhadap konsumsi rokok ini. 

Bagi perusahaan atau organisasi juga ada baiknya tidak berpartner dengan rokok untuk urusan sponsorshipnya. Sebisa mungkin dihindari.

Dalam kesempatan ini, Komisioner Komnas Perempuan Adriana Venny Aryani menambahkan soal tantangan memperoleh goal kebijakan soal pengendalian tembakau dan  produksi rokok ini. Menurutnya, saat ini keterwakilan perempuan di legislatif masih di angka 17%, masih jauh untuk mencapai minimal 30% di parlemen sehingga berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan yang diputuskan.

“Kebijakan yang berkaitan dengan urusan perempuan ya harus diperkuat dengan suara-suara perempuan. Saat ini Rancangan Undang Undang Kekerasan seksual saja belum disahkan dan tak terdengar lagu suaranya. Ini sangat memprihatinkan.” Ujar Adriana.

Adriana juga menilai bahwa pengendalian rokok ini penting menjadi perhatian jangan sampai perempuan dan anak menjadi korban.

“Solusinya harus lebih dimplementasikan lagi dan rapi dijalankan soal peraturan daerah tentang kawasan bebas asap rokok, diperbanyak lagi informasi terkait bahaya rokok, pemasangan pesan bergambar yang lebih jelas soal bahaya merokok dan dimassifkan lagi edukasi terhadap masyarakat.” Pungkas Adriana.

Sementara itu, Gatari menambahkan bahwa solusi untuk mengendalikan tembakau dan rokok bisa melalui dua pendekatan, yakni ke pusat dengan mengajukan kenaikan pajak rokok melalui Kementerian Keuangan dan mengajukan Peraturan Daerah untuk kawasan tanpa rokok. Semua ini diharapkannya goal sebelum 2030 yang merupakan moment Indonesia Emas. Menurutnya, yang penting terlibat dalam dukungan utamanya adalah Presiden RI, Bappenas dan pihak lain yang berkepentingan. Semua harus sinergi dalam mencapai tujuan.

“Begitu banyak narasi untuk 2030 ini, diantaranya Indonesia Emas, Bonus demografi dan lain-lain, akan beriringan maju jika generasi penerus dan perempuannya diberikan kesehatan yang layak dan anak-anak diberikan nutrisi cukup. Semua ini ada hubungannya dengan rokok tentunya. Bayangkan dalam satu keluarga, sang ayah hanya mementingkan untuk beli rokok tanpa peduli dengan kebutuhan pokok keluarga sehingga anak menjadi stunting dan mudah terpapar penyakit.” Kata Gatari.

Kesimpulannya, pengesahan rancangan undang undang dan segala regulasi yang penting terhadap pengendalian tembakau dan produksi rokok ini, penting disahkan dan dijalankan dengan semestinya. Pemerintah dan pihak-pihak terkait perlu bersinergi dan dibebaskan dari kepentingan-kepentingan yang bersifat individual yang merugikan masyarakat.

Penting juga diperhatikan bahwa kebijakan dalam pertembakauan harus memihak kepada para petani dan harus ada pengendaliannya juga. Jangan sampai tembakau yang dipakai adalah tembakau impor dan hasil dari petani tidak dipakai yang mengakibatkan kesejahteraan petani Indonesia terpinggirkan. Lebih penting lagi, produksi rokok tidak diberi keleluasaan agar prevalensi perokok terutama perokok anak dan perempuan dapat berkurang.

Indonesia emas akan terwujud jika generasinya sehat, konsentrasi belajar dan cukup nutrisi. Mari kita pikirkan bersama dan lakukan sesuatu yang dianggap penting dengan segera untuk menciptakan generasi berkualitas yang sehat. Perempuan sudah saatnya bergerak dan mendorong upaya pengendalian tembakau yang lebih baik lagi.


No comments