Pic By : Pixabay.com |
Pulang dari acara
nonton sebuah film keluarga tiga tahun lalu, saya begitu bersemangat ingin
memulai lagi mengajar gratis di sebuah SMP terbuka daerah Ciputat.
Membangkitkan kembali semangat ketika dulu setiap Senin pagi saya mengajar
anak-anak menulis dan menuai hasil memuaskan. Terbukti dengan prestasi yang
mereka raih menjuarai berbagai event menulis.
Saya tak melakukan
kegiatan tersebut lagi karena alasan klise, yaitu sibuk dengan mengais rezeki
untuk menafkahi diri sendiri dan anak. Tapi harusnya hal ini jangan dijadikan
alasan ya? Kalau sudah niat berbagi harusnya terus dijalankan.
Makanya film tersebut
berhasil menyentil saya kembali untuk berbagi dengan ikhlas. Jarang banget ada
film yang menyentuh dan memberikan kesan mendalam hingga menggerakkan hati
nurani bahkan mengubah keputusan besar seperti itu.
Film yang saya sukai
sebenarnya random. Kadang suka film action,
film dokumenter, film klasik hingga fiksi. Namun saya lebih banyak sukanya
dengan film keluarga. Karena film keluarga itu selain menenangkan juga membuat
saya seolah berada di rumah. Di tempat yang sering saya rindukan.
Film keluarga lebih
saya sukai karena selain dekat dengan keseharian atmosfirnya juga sangat logis
dan tidak berat mencerna. Seperti di paragraph awal, saya merasa terketuk dan
mendorong hati untuk berbuat sesuatu berkat melihat inspirasi dari film
tersebut.
Dengan nonton film
keluarga, saya jadi tidak merasa buang waktu untuk menonton berbau khayalan
yang kurang memberi nilai dan pengaruh pada kehidupan. Kecuali film fiksi yang
memberi pesan moral melalui filosofi dialognya seperti di Fim Narnia, Lion King
atau Mulan. Saya suka. Karena banyak filosofi kehidupan dalam beberapa
dialognya walau film tersebut fiksi.
Walau dalam film
keluarga tak menampilkan pemandangan indah, misalnya rumah di gang sempit atau
pemukiman padat, gak masalah buat saya. Justru hal alami seperti itulah yang
membuat saya merasa dekat dengan realita, bukan menjual mimpi atau merasa “halu”
Saya jadi ingat film Si
Doel yang mengambil setting rumah di pemukiman Betawi asli dan terminal di
Jakarta, tayangan ini membuat saya merasa sedang berada di dalam satu frame
bersama para pemain. Ikut merasakan dan memainkan peran.
Tahun 80-an saat saya
masih sekolah dasar, sering ada serial drama di TVRI. Ini paling saya nantikan.
Misalnya setiap Minggu siang ada serial Rumah Masa Depan atau setiap Jumat
malam ada Serial Drama Dokter Sartika dan Serial Pondokan yang menceritakan
anak kost di zaman tersebut, Drama Losmen, Sandiwara Keluarga setiuap Minggu
pagi dan masih banyak lagi.
Tahun 90-an masih
banyak serial drama di TVRI dan RCTI. Waktu itu ada sinetron 3 Dara, gara Gara,
Lika Liku Laki Laki, MCGyver, Beverly Hills 90210, Full House, Keluarga Van
Danoe Wiryo dan lain-lain. Bikin saya kangen pada hawa masa lalu.
Zaman sekarang, saya
hanya bisa mencari film - film keluarga terbaru di TV kabel itu pun film luar.
Kalau film keluarga dari negeri sendiri nyaris tak menemukan lagi. Paling
nonton via youtube.
Jadi, film yang saya
sukai adalah yang 90% dekat dengan realita, membangkitkan semangat dan banyak
inspirasi. Harapan saya di semua stasiun televisi ada tayangan ulang film-film
masa lalu, seperti TVRI yang memutar ulang serial Little House in The Prairie
dan OSHIN.
Atau para sineas lebih
kreatif lagi membuat film seperti Keluarga Cemara atau Kulari Ke Pantai.
Disesuaikan dengan zaman serba digital, jadi anak-anak sekarang tertarik nonton
film-film keluarga dari pada film horror atau percintaan dan pemicu sifat
konsumtif lainnya.
Saya sangat rindu
dengan film keluarga. Film keluarga yang menginspirasi dan memberikan vitamin
jiwa.
Teh udah nonton film keluarga judul Instant Family belum teh? Nonton deh teh. Keren banget filmnya. Pernah ta review di blog juga.
ReplyDelete