Anak Dengan Penyakit Langka Punya Hak Hidup Yang Sama Dengan Anak Normal


Penyakit langka yang belum banyak terdeteksi jumlah pasiennya di Indonesia, membuat kurangnya informasi dan advokasi akses pengobatan yang masih jarang dan belum ada dukungan pemerintah. Padahal, penyakit langka sedang mengintai banyak anak Indonesia.

Penyakit kelainan genetik yang sulit didiagnosa ini dikupas tuntas oleh Prof.DR.Dr. Damayanti Rusli Sjarif SpA(K), Dokter Spesialis Anak Konsultan Nutrisi Penyakit Metabolik, di Istora Senayan pada 21 Desember 2019 dalam acara peringatan 100 Tahun Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM).


Prof Damayanti menjelaskan bahwa penyakit langka ada kisaran 8000 jenis di dunia dan disebut penyakit langka karena terjangkit pada tidak lebih dari 0,5% dari total jumlah penduduk suatu negara.

“Penyakit langka pada umumnya ada kerusakan enzim dalam tubuh yang disebabkan oleh beberapa jenis protein yang tak cocok dalam darah. Diperlukan pengobatan khusus dan nutrisi yang diformulasikan khusus juga.” Kata Prof.Damayanti.

Untuk pemenuhan nutrisi pada anak penyakit langka, diperlukan susu khusus yang sudah ditakar kadar protein dan komposisi-komposisi lainnya. Mirisnya, di Indonesia belum tersedia dan para orang tua dengan penyakit langka membeli susu tersebut dari luar negeri, salah satunya Amerika. Dengan harga rata-rata 1Juta Rupiah per kaleng. Biasanya, anak membutuhkan 6 kaleng susu khusus tersebut dalam satu bulan. Bayangkan berapa jumlah pengeluaran untuk susu saja, belum lagi biaya terapi dan pengobatan yang tak sedikit pastinya.

Hambatan Penanganan Penyakit Langka di indonesia

Prof Damayanti menggarisbawahi tantangan yang dihadapi oleh para orang tua yang mempunyai anak dengan penyakit langka, para orang tua masih banyak yang denial atau menyangkal bahwa anaknya punya penyakit langka sehingga tidak ditangani secara medis. Kondidi tersebut membuat anak kondisinya semakin parah bahkan berujung kematian.

Tenaga medis yang sedikit menurut informasi dari Prof Damayanti, baru ada 25 dokter khusus untuk menangani tentang penyakit langka. Dokter tersebut tersebar di beberapa kota yang akan menginformasikan diagnose pasien ke RSCM.

Belum tersedia Fasilitas, fasilitas medis untuk skrining bayi baru lahir yang dapat mendeteksi penyakit langka, jika teknologi medis ini tersedia, sejak dini dapat dideteksi dan dilakukan tindakan untuk mengatasi penyakit langka yang diderita, tak menunggu sampai bayi besar dan sampai parah penyakitnya.

Prof.Damayanti mengatakan bahwa ada anak Indonesia yang lahir di Jepang, di sana memperoleh fasilitas skrining dan dapat dideteksi penyakit langka yang dideritanya, lalu dilakukan tindakan dan pemenuhan nutrisi yang dianggap perlu. Sekarang anaknya sudah tumbuh sempurna dan berprestasi. Bahkan, tak kesulitan mendapatkan susu khusus dan pegobatan yang berkelanjutan.

Makanan dan Susu Khusus Tak Tersedia di Indonesia, pemenuhan nutrisi cukup untuk anak dengan penyakit langka sangatlah penting, mengingat anak dengan penyakit langka juga punya hak yang sama dengan anak normal. Hak untuk memperoleh masa depan cerah, hak memperoleh pendidikan layak dan hak hidup sehat.

Sementara susu khusus yang diformulasikan sebagai susu pertumbuhan untuk anak penyakit langka, susah didapat, harga sangat mahal dan sering tertahan distribusinya di cukai. Alasannya, susu tak boleh masuk. Saking susahnya masuk, sampai ada yang menyarankan deskripsi susu tersebut adalah makanan hewan, baru bisa lolos. 

Susu khusus ini penting karena penyakit langka bergantung pada nutrisi yang berfungsi sebagai pengobatan utama dan pengobatan penunjang. Pemenuhan nutrisi cukup sangat penting bagi anak dengan penyakit langka, salah satunya untuk mencegah stunting yang berpengaruh pada kesehatan secara menyeluruh dan pada kecerdasan anak di masa mendatang

Kurang Terdistribusi Edukasi dan Informasi, terkait penyakit langka, masih belum tersosialisasi dengan baik, bahkan masih ada yang menyebut ini penyakit kutukan atau turunan, mengingat untuk beberapa jenis penyakit langka, terdapat bentuk wajah yang khas, suara nyaring dan perilaku yang tak lazim, seperti menggerakkan tangan terus secara refleks dan lain sebagainya.

Kondisi ini yang menghambat pendeteksian dini dan diagnose awal. Sehingga belum banyak anak dengan penyakit langka yang terdata dan tertangani.

Belum Ada Dukungan Pemerintah, Permenkes yang telah dibuat Kementerian Kesehatan terkait penyakit langka tidak ada juru teknis yang mengarah pada implementasinya sehingga undang-undang tersebut terkesan tidak serius.



Regulasi Pemerintah Penting Untuk Meringankan Beban Keluarga dengan Penyakit Langka

Biaya yang tak sedikit setiap bulannya, seperti cerita ibu Karina yang hadir di acara talkshow ini, mengungkapkan bahwa sedikitnya 20 Juta per bulan diperlukan hanya untuk pemenuhan susu khusus, belum dengan biaya pengobatan dan terapi.  Seharusnya biaya sebesar itu di-cover pemerintah. Seperti penderita AIDS atau ODHA yang seumur hidupnya ditanggung biaya pengobatannya.

“Penyakit langka jumlahnya tak banyak, seharusnya pemerintah dapat menganggarkannya juga melalui BPJS Kesehatan, sehingga orang tua dengan penyakit langka dapat fokus pada hal lainnya, yaitu bekerja dengan tenang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan melakukan terapi agar anaknya yang berpenyakit langka dapat tumbuh normal dan ternutrisi dengan baik.” Kata Prof Damayanti.

Negara Vietnam saja yang kesejahteraannya masih di bawah Indonesia, pemerintahnya sudah meng-cover semua biaya keperluan untuk anak dengan penyakit langka, Indonesia seharusnya sudah bergerak sama.

Semoga solusi demi solusi dapat ditemukan, walau sampai saat ini sudah lumayan ada kemajuan birokrasi dalam pendistribusian susu khusus dari luar negeri. Dan adanya Komunitas Indonesia Rare Disorders, membuat para orang tua dengan anak berpenyakit langka dapat saling berbagi informasi dan wawasan.

Semua pihak harus bergerak dan beraksi agar pemenuhan hak kesehatan, tumbuh kembang anak dan pendidikan layak bisa didapatkan sama dengan anak normal. Beban orangtuanya pun berkurang dan bisa fokus dengan hal penting lainnya untuk kemajuan anak-anaknya.

No comments