Cegah Neuropati Dengan Bijak Menggunakan Gawai

Ki-ka: Fita Maulani- Anie Rachmayani - Dr. Manfaluthy Hakim


Penggunaan gawai sekarang sudah menjadi kebutuhan lazim, untuk naik kendaraan online, transaksi segala hal, main game atau sekadar chatting dan browsing saat menunggu antrean. Gawai lah penyelamat kebosanan dalam setiap kesempatan.

Namun di satu sisi, jika penggunaan gawai tidak terkontrol, dapat menimbulkan risiko yang besar. Yaitu berpotensi terkena gejala Neuropati atau kerusakan saraf. Hal ini menjadi fokus perhatian mengingat sebanyak 98,2% generasi millenial menggunakan smartphone 7 jam sehari bahkan lebih.

Beruntung sekali mendapatkan informasi update seputar Neuropati pada 27 Maret 2019 di Hermitage Hotel dengan tema “Fenomena Penggunaan Gawai Memicu Neuropati” yang menghadirkan Narasumber Anie Rachmayani (Consumer Health Associate Director of Marketing, PT P&G PHCI Indonesia) -  Dr.Manfaluthy Hakim, Sp.S(K) (Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi PERDOSSI) - Fita Maulani (Sekretaris Jenderal Asosiasi Internet of Things Indonesia)

Menurut Dr.Manfaluthy, risiko neuropati akibat penggunaan gawai biasanya menyerang jari tangan, leher, siku tangan dan bahu karena intensitas gerakan di satu tempat yang berulang-ulang menyebabkan kesemutan hingga rasa nyeri yang menetap.

Hal paling menakutkan jika kehilangan serabut saraf hingga 50% kerusakan saraf akan permanen. Artinya, tak dapat diperbaiki atau disembuhkan. Oleh karena itu, saraf tepi yang menjadi penghubung dengan saraf pusat harus benar-benar dijaga karena berhubungan langsung dengan seluruh organ dalam tubuh termasuk mata, pendengaran, penghidu, kelenjar keringat, kulit dan oto-otot.

Dr.Manfaluthy juga menyarankan penderita diabetes untuk selalu memeriksakan sarafnya karena rawan dengan neuropati yang berakibat fatal.

“Saat saraf tepinya rusak dan badan tidak peka terhadap sentuhan atau goresan pada bagian tubuh, akan menimbulkan luka yang menjalar sementara penderita tak akan merasakan rasa sakit. Ini sangat bahaya.” Ujar Dr.Manfaluthy.

Jika mudah kesemutan, kebas, kram dan kelemahan otot, segera periksakan ke dokter sebab hal ini merupakan salah satu gejala kerusakan saraf akibat kegiatan berulang yang tak terkontrol. Terutama penggunaan gawai setiap hari penuh.

Foto By: Amalia Sarah

Saya dan tiga jurnalis diminta untuk mempraktekkan memegang kaktus dengan dan tanpa sarung tangan. Jelas berbeda karena ketika memakai sarung tangan, duri kaktus tidak terasa di jari dan sebaliknya, dengan jari tanpa sarung tangan, tangan terasa ada yang menusuk. Syukurlah jika masih dapat merasakan duri kaktus tersebut, artinya saya masih normal.

Padahal sempat deg-degan juga karena saya pekerjaan sehari-harinya hampir full memegang gawai dan terkoneksi internet.

Fita Maulani memaparkan data hasil survei APJII 2017, menurutnya pengguna internet aktif menggunakan gawai. Usia produktif 20-35 tahun dan 98,2% menggunakan smartphone bahkan 79% nya mengecek gawai setelah 1 menit bangun tidur. Fenomena ini juga dialami oleh remaja dan orang dewasa.


Seperti dikatakan Ibu Anie Rachmayani bahwa teknologi seharusnya mempermudah dan membuat nilai hidup bertambah baik, bukannya malah menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Ia menyarankan agar masyarakat mampu mengontrol penggunaan gawai dengan bijak.

Sebagai komitmen kontribusi terhadap kesehatan masyarakat maka Neurobion melakukan kampanye untuk mengajak masyarakat agar memelihara dan merawat sarafnya. Ibu Anie menyatakan kampanye tersebut dilakukan melalui Kampanye Terintegrasi Total Solution yang mana menganjurkan masyarakat untuk menjaga saraf dengan pola hidup sehat dan mengonsumsi vitamin neurotropik dari Neurobion.

Kampanye terintegrasi total solution ini berkonsep Neuromobi yang berkeliling mendatangi masyarakat di empat kota besar dengan melakukan aktivitas Neuromove seperti sosialisasi soal pencegahan neuropati melalui talkshow, pengecekan saraf dan senam saraf.

Dijelaskan kembali oleh Dr.Manfaluthy bahwa kesehatan saraf tepi dapat dijaga dengan deteksi dini, periksakan berkala ke puskesmas atau ke dokter saraf, lalu olah raga secara teratur dan konsumsi vitamin neurotropik yang mengandung vitamin B1, B6 dan B12.

Vitamin B1,B6 dan B12 ini saling mendukung satu sama lain, misalnya vitamin B1 akan mengubah asupan makanan menjadi energi, vitamin B6 melakukan transmisi saraf sehingga mengurangi rasa nyeri, kesemutan dan rasa terbakar. Sedangkan vitamin B12 dapat memperbaiki sel yang rusak dan melancarkan metabolisme tubuh. Tentu saja sangat berperan dalam menjaga kesehatan saraf.

Bagaimana penangannya terhadap orang yang sudah mengidap neuropati? Dr. Manfaluthy menyarankan agar dilakukan terapi menyeluruh. Misalnya, jika mengidap neuropati akibat aktivitas yang berulang, bisa diperbaiki kebiasaannya dulu lalu lakukan pengobatan dengan konsultasi kepada dokter. Sedangkan untuk neuropati akibat dari sakit diabetes, tentunya diabetesnya harus diobati dulu kemudian lakukan pengobatan untuk neuropatinya.

Menutup acara talkshow, Ibu Anie menjelaskan fungsi Neurobion. Untuk Neurobion warna putih, digunakan sebagai pencegahan sedangkan Neurobion merah yang forte, berguna sebagai pengobatan untuk gejala neuropati ringan hingga berat.

Mulai saat ini, yuk kita bijak dalam menggunakan gawai dan jalani pola hidup sehat serta jangan lupa asupan vitamin neurotropik agar terhindar dari bahaya neuropati. Jika dijaga sejak dini dan melakukan berbagai pencegahannya, akan terhindar dari gejala neuropati.

Jangan biarkan generasi penerus masa depannya jatuh karena dikuasai oleh godaan menggunakan gawai tanpa batas karena masa depan masih panjang dan masih banyak yang harus dilakukan anak muda untuk bangsanya.

1 comment

  1. Wah iya ini mesti diantisipasi. Saya sendiri pernah merasakan keanehan di bagian tangan dan jari ketika jari-jari bergerak tak terkontrol. Panik.
    Setelah saya ingat-ingat memang saya beberapa hari menghabiskan waktu dengan komputer dan gawai dengan porsi yang lebih dari biasanya.

    ReplyDelete