Putusin Aja Ego Perokok Demi Kesehatan Saat Harus di Rumah Aja



Update jumlah yang positif Covid-19 per 29 Mei 2020 tembus di angka 25.216  dengan total data sembuh 6.492 dan 1.520 meninggal. Jumlah yang tak pernah disangka terjadi di Indonesia. Sempat pede beberapa bulan lalu bahwa Indonesia nol kasus, nyatanya berbanding terbalik.



Menyimak talkshow di Radio KBR.Id pada 20 Mei 2020 via streaming you tube dengan narasumber Dokter Spesialis Paru dr. Frans Abedrego Barus, Sp.P dan Manajer Komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau, Nina Samidi, membahas efek rokok terhadap potensi paparan Covid-19 selama aktivitas terpusat di rumah pada masa pandemi. 

Bahasan menarik dan penting mengingat peraturan pemerintah yang kerap berubah serta sikap masyarakat yang sebagian punya ego tidak menerapkan protokol kesehatan dengan baik menjadi salah satu pemicu lonjakan jumlah yang positif terus terjadi tanpa pandang bulu.

Semua aturan sudah diberlakukan dan disosialisasikan, mulai kewajiban menggunakan masker, physical distancing, rajin cuci tangan pakai sabun dan jaga pola makan sehat sebagai nutrisi tubuh juga nutrisi pikiran.

Tetapi sepertinya masih ada yang luput. Yakni, imbauan untuk “tidak merokok” yang dimasukkan ke dalam salah satu protokol kesehatan selama pandemic yang yang harus dilakukan bersama ketentuan yang lainnya.

Perokok Rentan Terpapar Covid-19

Bayangkan, jika orang biasa yang tak merokok aktif maupun pasif saja bisa terpapar ganasnya Covid-19 hingga menyebabkan kematian yang tak sedikit, bagaimana dengan yang merokok? Memberi tahu perokok apalagi yang sudah nyandu harus ekstra sabar dan jangan bosan untuk mengingatkan. Karena mereka cenderung egois dan “raja tega” beberapa anggota keluarga saya ada yang seperti ini.

Salah satunya bapak saya sendiri dulunya perokok berat dan rokok yang dikonsumsi dari sebuah merk terkenal yang tinggi bahan tar nya karena bapak saya sukanya rokok kretek yang taka da filternya. Beberapa kali sakit dan membuat semua anggota keluarga panik, repot dan merasa serba salah. Sebab sedang sakit pun masih saja merokok. Suatu saat sakit bapak saya sangat parah dan harus diopname. Batuk tak henti, sesak napas dan badannya semakin kurus.

Dari situ bapak saya kapok dan .sedikit-sedikit berhenti merokok namun saat sembuh masih saja mencoba sembunyi-sembunyi merokok lagi. Saat ketahuan, ibu saya dan adik-adik yang tinggal bersama kompak bersikap tegas kepada bapak saya supaya tidak merokok lagi. 

Melihat perlakuan tidak biasanya dari anggota keluarga, akhirnya alhamdulillah bapak saya berhenti total merokok dan sekarang-sekarang jika ada yang merokok di dekatnya tak kuat dengan asap rokok. Bapak saya pun jadi suka memotivasi perokok yang dikenalnya untuk perlahan-lahan berhenti.

Jadi, jangan bosan jika ada perokok bandel yang harus diingatkan. Tidak perlu takut juga karena ini buat kebaikannya.

Narasumber

Fokus diskusi talkshow Radio KBR Indonesia bersama para narasumber ini, fokus pada perokok yang rentan terpapar Covid-19 dan efeknya saat beraktivitas di rumah karena menurut dr.Frans, anggota keluarga akan kena imbasnya.

Lalu, setiap asap rokok yang diisap akan merusak silia, bulu-bulu yang terdapat pada hidung dan berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk. Jika silia ini berfungsi dengan baik maka kotoran akan tersaring dan tak ikut masuk ke dalam paru-paru. Asap rokok berpotensi merusak silia ini.

Selain merusak silia, asap rokok yang masuk juga mengurangi kekuatan yang ada di saluran pernapasan dan berakibat langsung terhadap penurunan daya tahan tubuh. Semua ini terjadi karena efek kandungan yang terdapat pada rokok, yaitu tar, nikotin dan karbon monoksida yang merupakan hasil pembakaran sempurna dari rokok biasa ini.

Bagaimana Dengan Rokok Elektrik?

Lalu bagaimana dengan rokok elektrik? Tetap saja berbahaya karena rokok elektrik walau tidak mengandung tar dan karbon monoksida, tetap ada kandungan nikotin dan zat-zat kimia lainnya yang terdapat dalam cairan bahan rokok elektrik ini. Uapnya bersifat aerosol dan punya efek merusak paru-paru dirinya maupun orang sekitarnya.

Rokok tak hanya berdampak pada perokok itu sendiri namun pada orang-orang di sekitarnya juga. Misalnya keluarga, tetangga dan semua yang ada di dekatnya. Berdasarkan data, di Indonesia sepertiganya adalah perokok aktif, bukan hal yang mustahil jika menimbulkan perokok pasif lebih banyak juga.

Bahaya yang ditimbulkan dari efek rokok tak hanya dari asap yang terisap secara langsung. Asap rokok biasa dan asap rokok elektrik yang menempel pada baju, gorden, sofa dan lain-lain akan asuk juga ke dalam saluran pernapasan bagi yang ada di dekat barang yang terpapar itu.

Jadi, sudah saatnya setiap perokok menumbuhkan kesadaran bahwa bahaya rokok ini akan menimbulkan penyakit penyerta saat terinfeksi Covid-19. Jika tidak peduli akan hal ini berarti tidak sayang keluarga maupun diri sendiri.

Peraturan Pemerintah Tentang Kebijakan Rokok Harus Dipertegas


Ibu Nina Samidi  menegaskan bahwa pemerintah harus memasukkan poin larangan merokok saat pandemi dengan memperketat regulasi rokok. Mulai dari kenaikan cukai, penahanan penjualan di masa pandemi, tutup semua akses pembelian rokok dan tingkatkan edukasi.

Jika akses pembelian rokok tidak mudah, mau gak mau masyarakat yang setiap hari merokok akan kesulitan mendapatkan rokok tersebut. Beberapa negara yang menutup akses penjualan rokok selama masa pandemi adalah India Afrika dan Bostwana.

Dalam hal ini, Ibu Nina menegaskan lagi menurutnya pemerintah harus bergerak cepat dalam menambah aturan soal pembatasan rokok selama pandemi dan tidak boleh menutup mata maka dari itu, Komnas Pengendalian Tembakau telah mengirim surat resmi kepada pemerintah untuk #PutusinAja terhadap rokok dan mendorong untuk merevisi PP No.109 Tahun 2012. Agar akses tidak mudah saat mendapatkan rokok.

Jika anjuran tidak merokok ada dalam poin GERMAS maka dalam protokol kesehatan terhadap Covid-19 pun harus ada anjuran ini. 


Mengapa Perlu Didorong untuk #PutusinAja ?

Karena bahaya rokok apalagi di masa pandemi yang berhubungan langsung dengan semua aktivitas keluarga yang terpusat di rumah menjadi lebih rentan lagi jika di dalamnya ada perokok. Polusi udara di rumah akan tercemar dan semua anggota keluarga yang tinggal di dalamnya walau tak merokok akan terkena dampak menjadi perokok pasif.

Jika penyakit penyerta yang ditimbulkan rokok ini terjadi, tentu sangat rentan terkena Covid-19. Dan semua aturan cuci tangan pakai sabun, jaga jarak dan pakai masker akan sia-sia jika masih terkena asap rokok secara langsung maupun tidak langsung.

Beberapa daerah yang mengoptimalkan kawasan tanpa rokok seperti di Kampung Penas Jakarta Timur dan Bone Bone Sulawesi dapat menjadi contoh yang baik bagi daerah lainnya atas ketegasan pada warganya agar menghindari rokok demi kesehatan keluarga-keluarga yang ada di kampung tersebut.

Masalah ini adalah tanggung jawab bersama, mari kita #putusinaja rokok untuk pencegahan Covid-19 agar tak mudah masuk karena imun dan pernapasan kuat dan sehat jika tanpa rokok.


Saya sudah berbagi pengalaman pribadi untuk #putusinaja hubungan dengan rokok atau dorongan kepada pemerintah untuk #putusinaja kebijakan pengendalian tembakau yang ketat. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog serial #putusinaja yang diselenggarakan KBR ( Kantor Berita Radio ) dan Indonesian Social Blogpreneur ( ISB ). Syaratnya, bisa Anda lihat disini.

Referensi Infografis Data Covid-19: www.kemenkes.go.id
Referensi Tulisan : Talkshow KBR.id


1 comment

  1. Seneng banget di rumah udah engga ada asap rokok lagi. Kalo dulu di rumah saya banyak banget perokok, karena kakak-kakak laki-laki saya perokok semua. Sekarang setelah pada nikah, rumah jadi terbebas dari asap rokok.

    ReplyDelete