Kusta Berakibat Disabilitas, Manifestasi dari Terlambatnya Penanganan

Sumber foto: https://nlrindonesia.or.id/


Mencengangkan! Isu penyakit kusta masih menjadi permasalahan cukup besar di Indonesia. Bahkan menjadi kompleks ketika kusta mengakibatkan penderitanya menjadi disabilitas. Menurut data pada 2017 saja, angka disabilitas kusta terbilang tinggi, mencapai 6.6 per 1.000.000 penduduk. Padahal, pemerintah menargetkan 1 per 1.000.000 penduduk. Banyak hal yang perlu disosialisasikan kepada masayarakat tentang kusta dari mulai gejala, pencegahan dan pengobatannya bahkan efek sosialnya.

Isu kusta ini membawa ingatan saya pada serial drama berjudul “Rumah Masa Depan” di era delapan puluhan yang salah satu episodenya menayangkan kisah tetangga Bayu dan Gerhana yang menderita kusta dan terasing karena tak ada yang berani mendekat atau memedulikan keadannya. Kusta digambarkan sebagai penyakit kutukan, turunan dan azab oleh masyarakat. Dari film ini, saya yang masih sekolah dasar jadi mencari tahu apa kusta itu dari surat kabar dan bertanya ke orang tua dan guru. Karena belum ada sosial media.

Dari contoh tayangan televisi di atas, memberikan edukasi melalui tontonan yang digemari sehingga mudah masuk dalam mencermati maksud yang disosialisasikan. Oleh karena itu, penting saat ini pun memberikan edukasi terhadap masyarakat tentang kusta melalui berbagai konten menarik di sosial media atau media lainnya yang sering diakses oleh masyarakat agar kusta ini tak terabaikan dan tak dianggap remeh.

Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK(K)

Salah satu edukasi yang membuat saya tergerak untuk peduli kembali pada kusta adalah tayangan talkshow Radio KBR berkolaborasi dengan Netherlands Leprosy Relief (NLR Indonesia) yang disiarkan di You Tube live pada Senin, 20 Desember 2021 dengan narasumber Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK(K) dan Bapak Dulamin  dari Kelompok Perawatan Diri (KPD) Cirebon yang sekaligus survivor kusta.

Gejala Kusta

Dokter Sri menjelaskan gejala-gejala kusta yang penting diketahui agar tidak kecolongan dalam penanganannya. Gejala paling terlihat jelas adalah timbulnya bercak di kulit bagian punggung, lengan atau bagian tubuh lainnya. Bercak tersebut berwarna putih atau merah dan susah dihilangkan.

Gejala lainnya, bisa juga timbul bercak di kelopak mata yang dapat mengakibatkan gangguan penglihatan. Jika sudah terdeteksi gejala tersebut, sebaiknya langsung berkonsultasi ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat. Dokter Sri menyarankan agar tidak dilakukan diagnosa sendiri karena kusta perlu treatment khusus secara medis. Jika ditangani secara medis, tak akan hanya diobati untuk kustanya saja. Namun bisa jadi, ada penanganan lainnya misalnya bagian mata atau organ lainnya yang terganggu akibat kusta. Penangan harus tuntas.

Pengobatan kusta secara medis pun harus tertib dikonsumsinya. Tidak boleh terlewat barang sehari pun. Karena jika ada bolong-bolongnya, bakteri kusta akan kebal, akhirnya penderita harus mengulang pengobatan dari awal lagi.

Manisfestasi Terjadinya Disabilitas Karena Kusta

Alasan mengapa gejala kusta harus cepat ditangani secara medis, dr. Sri mengungkapkan bahwa kusta yang akut hingga terjadinya luka yang terus menjalar di bagian bercak tadi akan mengakibatkan kelumpuhan atau cacat karena bakteri menyerang sel saraf dan otot. Hal ini terjadi karena pada bagian bercak tersebut mati rasa dan ketika ada luka tidak dirasa, baru diketahui setelah luka lebih besar dan menjalar parah. Ini yang membahayakan dan harus dihindari.

Bagaimana Penularan Kusta?

Penularan kusta terjadi jika penderita kontak langsung dengan orang-orang sekitarnya dalam jangka waktu yang panjang. Misalnya dengan keluarga satu rumah yang bertemu seiap hari. Maka dari itu penularan terjadi karena intensitas pertemuan yang rapat.

Penularan yang kerap terjadi pada anggota keluarga yang bertemu setiap hari ini yang menjadi stigma masyarakat awam menganggap bahwa kusta adalah penyakit turunan, kutukan atau aib. Padahal ada proses penularan yang terjadi pada orang yang kontak erat dengan penderita dalam waktu yang lama.

Jadi, kusta bukan penyakit turunan, kutkan atau sejenisnya. Penderita kusta boleh didekati jadi jangan takut tertular karena proses penularan kusta akan terjadi jika ada kontak langsung dalam jangka waktu yang lama.

Sosialisasi dan edukasi

Pendampingan terhadap penderita kusta baik secara medis maupun sosial penting dilakukan dan semua pihak harus terlibat. Bahkan support system dari komunitas penyintas kusta pun penting sebagai testimony yang akan mendorong penderita kusta supaya disiplin berobat dan kontrol serta tidak minder dalam pergaulan.

Seperti yang dialami oleh Bapak Dulamin, penyintas kusta yang bergabung dengan Kelompok Perawatan Diri (KPD) untuk berbagi dan menjadi volunteer untuk membantu penderita kusta di wilayah Astanajapura Cirebon. Kegiatan yang dilakukan adalah sosialisasi pengobatan rutin, terapi luka dan pengarahan-pengarahan lainnya.  

Pemetaan untuk melakukan sosialisasi seperti yang dilakukan oleh KPD pun penting dilakukan untuk daerah-daerah lainnya agar masalah kusta tertangani secara merata dan penanganan dapat disegerakan agar tidak sampai pada tahap disabilitas karena terlambatnya deteksi dan penanganan secara medis.

Jika penderita kusta diobati, akan meminimalisir penularan lebih luas lagi serta mencegah terjadinya komplikasi.

Berikut adalah tayangan you tube dari obrolan mengenai kusta dalam ruang publik KBR



1 comment

  1. Hemm kusta sering dinilai buruk karena penularannya, padahal penderita kusta juga membutuhkan dukungan kita untuk sembuh dan memiliki hak yang sama dengan kita.

    ReplyDelete